Manfaatkan Momen Kolaps, Bank Kakap Ini Beli Obligasi SVB USD21 Miliar
Goldman Sachs dilaporkan melakukan sejumlah negosiasi dengan manajemen Silicon Valley Bank (SVB) pasca bank ini diputuskan ditutup pada Jumat (9/3).
IDXChannel - Goldman Sachs dilaporkan melakukan sejumlah negosiasi dengan manajemen Silicon Valley Bank (SVB) pasca bank ini diputuskan ditutup pada Jumat (9/3). Sesaat setelah pengumuman itu, Goldman Sachs dilaporkan membeli efek milik SVB pada minggu lalu.
SVB mengalami kerugian USD1,8 miliar dari penjualan efek dan memicu kepanikan pasar. Pada hari Selasa (14/3) perusahaan induknya, SVB Financial Group, mengungkapkan raksasa keuangan Goldman Sachs (GS) akan membeli efek tersebut.
Pengungkapan baru yang dibuat dalam pengajuan dari SVB Financial Group memperkuat dugaan peran sentral yang dimainkan oleh salah satu perusahaan paling terkenal di Wall Street tersebut pada hari-hari akhir kejatuhan SVB.
Goldman Sachs, menurut pengajuan sebelumnya, juga merupakan bank yang berusaha menyuntik modal SVB sebesar USD2,25 miliar minggu lalu karena banyak pemberi pinjaman bergumul dengan arus keluar simpanan.
Peningkatan modal akhirnya tidak berhasil, dan menyebabkan SVB harus ditutup oleh regulator pada Jumat.
SVB Financial Group pertama kali mengungkapkan kerugiannya sebesar USD1,8 miliar pada tanggal 8 Maret lalu. Pihak manajemen sebelumnya juga menyatakan telah menyelesaikan penjualan semua portofolio efek yang tersedia untuk dijual dengan nilai sebesar USD21 miliar.
Hal ini pada akhirnya mengurangi kepercayaan di antara investor dan deposan, yang pada akhirnya menyebabkan kehancuran SVB.
Aksi Beli Obligasi
Pada hari ini, (15/3) Goldman Sachs Group dikabarkan telah membeli portofolio obligasi (bond) SVB Financial Group. Portofolio tersebut sebagian besar terdiri dari Treasury Departemen Keuangan AS, dan memiliki nilai sebesar USD23,97 miliar.
Penjualannya ke Goldman Sachs menghasilkan USD21,45 miliar untuk SVB setelah proses negosiasi.
Pembelian portofolio obligasi Goldman Sachs ditangani oleh divisi yang terpisah dari unit yang menangani penjualan saham SVB, menurut sumber yang mengetahui masalah tersebut.
Sebelumnya, kerugian pada portofolio adalah alasan SVB mencoba menjual saham senilai USD2,25 miliar minggu lalu dan menggunakan Goldman Sachs sebagai konsultannya.
Peningkatan modal yang rencananya akan disuntik oleh Goldman Sachs juga akhirnya gagal karena deposan melarikan diri dan investor khawatir SVB akan membutuhkan lebih banyak modal.
Pada Selasa (14/3) dikatakan bahwa penjualan bond kepada Goldman ini telah melalui proses negosiasi harga dan memberi bank sejumlah likuiditas tetapi juga menciptakan kerugian setelah pajak sebesar USD1,8 miliar bagi bank.
Jacob Frenkel, ketua investigasi pemerintah dan praktik penegakan efek di firma hukum Dickinson Wright, mengatakan pengaturan seperti itu untuk menangani konflik kepentingan adalah ‘sangat tipikal’ bagi bank-bank besar.
Oleh karenanya, tidak mengherankan jika Goldman Sachs, salah satu perusahaan paling kuat di Wall Street, memberikan berbagai bentuk bantuan kepada klien seperti yang terjadi dalam kasus SVB.
Mengutip Yahoo Finance, Goldman membeli portofolio efek milik SVB yang dikategorikan "sangat likuid" dengan jarak yang wajar dan dengan persyaratan pasar.
Goldman bukan penasihat penjualan portofolio resmi SVB, namun manajemen tetap meminta bantuan Goldman di hari-hari terakhirnya untuk memebantu likuiditas. Penjualan efek ke Goldman adalah salah satu solusi yang dicoba.
Goldman Sachs merupakan bank investasi dan manajemen aset di mana per 31 Desember 2022 adalah yang terbesar kedelapan di AS, menurut data The Federal Reserve. Bank ini memiliki asset mencapai USD487 miliar.
Setelah penyitaan SVB, Goldman dilaporkan juga terlibat dalam perdagangan sekitar USD700 juta obligasi yang dimiliki oleh SVB Financial Group, menurut laporan The Wall Street Journal, Selasa (14/3).
Goldman dikabarkan memfasilitasi perdagangan untuk investor yang tertekan selama akhir pekan lalu.
Jatuhnya SVB menjadikan akhir pekan lalu hingga minggu ini menjadi hari-hari penuh gejolak bagi industri perbankan, utamanya di AS bahkan memiliki efek tular secara global. (ADF)