Menimbang Kencangnya Geliat Bisnis Si Anak Bungsu
tak ada satu pun manusia yang bisa bertahan untuk tidak meminati emas.
IDXChannel - "Tak ada gembok yang akan mampu menahan kekuatan emas (no lock will hold against the power of gold)."
Idiom epik tersebut merupakan kalimat dari psikolog sekaligus pemikir asal Amerika Serikat yang lahir pada pertengahan abad ke-19, George Herbert Mead.
Secara lengkap Herbert berujar bahwa "Gold opens all locks, no lock will hold back the power of gold," untuk menunjukkan betapa dahsyatnya daya pikat emas, sehingga tak ada satu pun manusia yang bisa bertahan untuk tidak meminatinya, yang digambarkannya dalam sebuah metafor 'gembok (lock)'.
Karenanya, tak mengherankan bahwa meski telah berjarak lebih dari satu setengah abad dari saat kalimat tersebut diucap, daya pikat emas hingga saat ini tak juga luntur, bahkan makin bersinar.
Seperti halnya yang baru saja diumumkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada medio akhir 2024 lalu tentang turunan terbaru dari bisnis emas yang bakal mulai hadir di pasar Indonesia, yaitu bank emas (bullion bank).
PT Pegadaian (Persero) turut tercatat dalam sejarah sebagai bullion bank pertama yang bakal beroperasi di pasar Indonesia. Hal tersebut seiring dengan telah diterbitkannya surat Persetujuan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bulion PT Pegadaian dengan nomor surat S-325/PL.02/2024.
Dengan telah dikantonginya izin dari OJK tersebut, Pegadaian selanjutnya dapat mulai menjalankan kegiatan usaha bank emas, meliputi deposito emas, pinjaman modal kerja emas, jasa titipan emas korporasi maupun perdagangan emas.
"Ini merupakan sebuah pencapaian, karena kami telah dua tahun lamanya menanti izin usaha ini terbit. Dengan (adanya izin) ini, Insya Allah kami optimistis dapat menjalankan bisnis ini dengan baik," ujar Direktur Utama PT Pegadaian, Damar Latri Setiawan, dalam keterangan resminya, Senin (6/1/2024).
Sebelumnya, penerbitan izin bullion bank bagi Pegadaian sempat disinggung secara implisit oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo, yang menyebut bakal segera membentuk bullion bank untuk pasar Indonesia.
Sinyal tersebut pun mengarah pada Pegadaian, mengingat bahwa meski bisnis utama (core business) BUMN berlambang timbangan tersebut adalah jasa gadai, namun 90 persen di antaranya didominasi oleh jenis gadai emas, yang didukung oleh bisnis salah satu anak usahanya, yaitu Galeri 24.
Laris-manisnya bisnis emas tersebut, menurut Kartika, tak lepas dari posisi logam mulia yang banyak diyakini sebagai instrumen investasi paling aman, terutama di tengah kondisi perekonomian dan geopolitik global yang masih terus berkecamuk.
"Dan memang di Indonesia ini, saya pikir, hanya Pegadaian yang punya kemampuan menyimpan emas. Makanya ini kita mau dorong lagi, dan persiapkan izinnya dari pemerintah, untuk adanya izin bisnis bullion bank," ujar Kartika, saat itu.
Secara umum, OJK sejak awal memang telah mengungkap besarnya potensi bisnis turunan dari keberadaan produk emas.
Selain memang daya tawar(bargaining)nya di bidang investasi sangat besar, 'seksi'nya bisnis turunan dari produk ini juga tak lepas dari status Indonesia sebagai salah satu produsen besar emas di dunia.
Karenanya, menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (PBKN) OJK, Dian Ediana Rae, pihaknya bersama pemerintah telah cukup lama berkoordinasi secara aktif dalam mempersiapkan lahirnya kegiatan usaha bullion bank di Tanah Air.
Rangkaian persiapan tersebut, di antaranya, terkaitan penyediaan infrastruktur pendukung dan juga proses perizinan terhadap pihak-pihak yang berminat untuk mulai menggeluti bisnis bullion bank.
"Melalui penerbitan peraturan OJK tentang Bullion Bank, perbankan syariah bersama LJK (lembaga jasa keuangan) lain juga dapat menjembatani supply and demand terhadap kebutuhan emas, termasuk monetisasi emas yang masih idle di masyarakat," ujar Dian, dalam konferensi pers, akhir tahun lalu.
Dalam penjelasannya, Dian meyakini bahwa pengembangan usaha bullion akan memberikan keuntungan bagi tiga pihak sekaligus, yaitu pemerintah, LJK, dan tentunya masyarakat dan pelaku usaha itu sendiri.
OJK menilai bisnis bulion dapat meningkatkan konsumsi emas di level ritel, di mana hal tersebut selanjutnya bakal memacu pertumbuhan industri emas dan keseluruhan bisnis dalam ekosistem emas.
"Dari (pertumbuhan industri) itu, setidaknya ada tambahan value added (VA) hingga sebesar Rp30 triliun sampai Rp50 triliun secara nasional," ujar Dian.
Karenanya, tak hanya pegadaian, OJK disebut Dian juga mendorong kalangan perbankan untuk ikut memanfaatkan peluang tersebut, dengan juga mengajukan izin bisnis bullion bank.
Dorongan tersebut didasarkan pada fakta di level global, bahwa industri perbankan juga terbukti turut andil dalam menopang bisnis bullion bank dalam memodernisasi dan mereformasi pasar emas dalam satu negara.
"Kegiatan usaha bullion merupakan bentuk diversifikasi usaha jasa keuangan dengan memonetisasi simpanan emas sebagai sumber pendanaan," ujar Dian.
Tak hanya itu, dengan semakin banyak pihak yang turut terlibat dalam geliat bisnis bullion bank, Dian berharap upaya tersebut dapat berkontribusi besar terhadap pendalaman pasar keuangan di Indonesia, dengan semakin banyaknya variasi produk yang ditawarkan sebagai sarana investasi.
Di lain pihak, pandangan OJK terkait perlunya melibatkan kalangan perbankan dalam menggairahkan bisnis bullion juga diamini oleh Ekonom Center of Sharia Economic Development (CSED) dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Hakam Naja.
Dan dari keseluruhan lembaga perbankan yang ada saat ini, Hakam menilai setidaknya ada dua di antaranya yang bisa diharapkan tampil bersama Pegadaian sebagai motor penggerak bisnis bullion di Indonesia.
"Selain Pegadaian, kita bisa lihat ada BRI (PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI) dan BSI (PT Bank Syariah Indonesia Tbk/BRIS) yang selama ini sudah cukup aktif mengelola bisnis emas, yang notabene itu sudah sebagian dari kegiatan (bisnis) bullion," ujar Hakam.
Meski, Hakam juga berharap ke depan bank-bank lain juga ikut masuk dalam bisnis bullion, sehingga secara fondasi industri dapat diperkuat secara lebih maksimal.
Tak hanya itu, dengan makin banyaknya pelaku bisnis bullion di pasar domestik, diharapkan masyarakat tidak ragu lagi untuk memanfaatkan beragam produk yang ditawarkan. Dengan demikian, perputaran dalam bisnis ini juga bisa lebih optimal dan menjanjikan.
Selain itu, Hakam juga meyakini bahwa dengan makin massifnya geliat bisnis bullion, maka hal tersebut bakal bisa menjadi motor penggerak terhadap perkembangan industri perbankan syariah secara keseluruhan di Indonesia.
Keyakinan tersebut didasarkannya pada pemahaman bahwa dengan hadirnya bullion bank, maka ekosistem emas akan lebih terintegrasi dari hulu ke hilir untuk kebutuhan berbasis emas, mulai dari simpanan, titipan, pembiayaan, investasi, hingga perdagangan dan kegiatan lainnya.
"Karena memang perbankan syariah ini bisnis yang sangat menjanjikan, dengan pemanfaatan bullion bank ini bisa menciptakan ekosistem yang terintegrasi dari hulu ke hilir untuk kebutuhan yang berbasis emas," ujar Hakam.
(taufan sukma)