BANKING

Nilai Transaksi Digital Bank Tembus Rp4.500 Triliun, Ini Faktor Pendorongnya

Advenia Elisabeth/MPI 06/10/2022 14:54 WIB

OJK mencatat, nilai transaksi digital di perbankan melalui kanal digital pada Agustus 2022 mencapai Rp4.500 triliun.

Nilai Transaksi Digital Bank Tembus Rp4.500 Triliun, Ini Faktor Pendorongnya (Foto: MNC Media).

IDXChannel - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, nilai transaksi digital di perbankan melalui kanal digital pada Agustus 2022 mencapai Rp4.500 triliun. Nilai transaksi tersebut naik sekitar 31% secara tahunan (YoY). 

Sementara itu, nilai transaksi uang elektronik Indonesia pun telah mencapai angka yang sangat signifikan yaitu Rp35 triliun atau meningkat 43% secara tahunan. 

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi mengatakan, perkembangan transaksi digital di Indonesia yang sangat positif ini didorong oleh beberapa faktor. 

Pertama adalah pandemi Covid-19. Di mana pada saat itu masyarakat mulai beradaptasi bertransaksi digital. 

"Kita melihat bagaimana adaptasi transaksi digital meningkat sangat pesat selama masa pandemi ini dengan tambahan sekitar 300 juta pengguna internet baru di dalam negeri," kata Friderica dalam webinar Perlindungan Konsumen di Era Digital, Kamis (6/10/2022).

Kedua, adalah kehadiran fitur pembayaran seperti Pay Letter dan Qris. Dua fitur ini memiliki peran penting dalam meningkatkan animo masyarakat untuk menggunakan metode digital untuk berbelanja.

Transaksi digital memang telah memudahkan hidup kita dan menciptakan gaya hidup baru. Digitalisasi telah menjadi solusi kebutuhan masyarakat akan transaksi keuangan yang lebih cepat dan mudah. 

Namun demikian sebagaimana kita ketahui bersama dunia digital juga mengandung potensi kerawanan. Badan Siber dan Sandi negara mencatat, lebih dari 700 juta serangan siber Indonesia terjadi di tahun 2022. Serangan siber yang mendominasi adalah dengan modus tebusan dan modus lainnya. 

Friderica menuturkan, ancaman serangan siber ini tentunya perlu dimitigasi guna mengurangi resiko kejahatan siber dan kerugian yang lebih besar.

"Kalau kita melihat data IMS tahun 2020, estimasi total kerugian rata-rata dengan akibat yang dialami oleh jasa sektor keuangan secara global adalah sebesar USD100 milar," bebernya.

Dia menyampaikan, salah satu alasan masih maraknya kejahatan tersebut adalah rendahnya literasi keuangan dan literasi digital masyarakat. 

"Selain literasi keuangan, literasi digital masyarakat termasuk kehati-hatian masyarakat dalam menyebarluaskan data pribadinya juga masih rendah," jelas Friderica.

Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas, OJK selalu menjaga prinsip keseimbangan yaitu antara tumbuh kembangnya sektor jasa keuangan secara bersamaan, serta terus melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

(FAY)

SHARE