OJK Catat Pertumbuhan Kredit Capai 10,27 Persen di Januari 2025
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit di Januari 2025 masih melanjutkan double digit sebesar 10,27 persen yoy (Des 2024: 10,39 persen yoy).
IDXChannel - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit di Januari 2025 masih melanjutkan double digit sebesar 10,27 persen yoy (Des 2024: 10,39 persen yoy). Sedangkan risiko kredit terjaga, di mana rasio NPL gross sebesar 2,18 persen (Desember 2024: 2,08 persen).
Adapun Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 5,51 persen yoy (Des 2024: 4,48 persen yoy). Sementara itu, kondisi likuiditas industri perbankan tetap memadai dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 114,86 persen (Desember 2024: 112,87 persen) dan 26,03 persen (Desember 2024: 25,59 persen).
"Angka ini masih di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Jakarta Rabu (26/3/2025). Adapun Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada di level 211,20 persen.
Sementara itu, dalam rangka mendorong peran perbankan untuk mendukung kebijakan Pemerintah, OJK telah menerbitkan berbagai insentif pada sektor Perbankan khususnya dalam meningkatkan cadangan devisa negara dan program pembiayaan perumahan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Menurut Dian, OJK mendukung kebijakan Pemerintah yang diatur dalam PP No.8 Tahun 2025 tentang Perubahan atas PP No.36 tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) dalam rangka meningkatkan cadangan devisa negara.
"Kebijakan tersebut diharapkan mendorong perbankan untuk berkontribusi dalam implementasi PP dimaksud secara optimal," katanya.
OJK juga menegaskan bahwa tidak terdapat ketentuan yang melarang pemberian kredit/pembiayaan untuk debitur yang memiliki kredit dengan kualitas non-lancar, termasuk apabila akan dilakukan penggabungan fasilitas kredit/pembiayaan lain, khususnya untuk kredit/pembiayaan dengan nominal kecil.
"Kualitas KPR dapat dinilai hanya berdasarkan ketepatan pembayaran, yang bersifat lebih longgar dibandingkan kredit lainnya dimana bank menilai dengan 3 pilar (prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar)," kata Dian.
Sementara itu, kredit Pemilikan Rumah (KPR) dapat dikenakan bobot risiko yang rendah dan ditetapkan secara granular dalam perhitungan aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit (ATMR Kredit), yang diharapkan bank dapat memiliki ruang permodalan yang lebih besar untuk menyalurkan KPR selanjutnya.
(kunthi fahmar sandy)