BANKING

OJK: Revisi Aturan Taksonomi Hijau Masih Diproses

Cahya Puteri Abdi Rabbi 28/02/2023 09:00 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan, revisi dan penyelarasan taksonomi hijau atau green taxonomy sedang dalam proses dengan memperhatikan faktor penting.

OJK: Revisi Aturan Taksonomi Hijau Masih Diproses. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan, revisi dan penyelarasan taksonomi hijau atau green taxonomy sedang dalam proses dengan memperhatikan faktor penting, termasuk kepentingan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

“Juga dikaitkan dengan inisiatif pemerintah yang relevan dengan hal ini, termasuk kebijakan prioritas hilirisasi, energy transmission mechanism, dan melihat perkembangan kebijakan yang ada di kawasan maupun internasional,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar dalam ‘Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK’, Jakarta, Senin (27/2/2023).

Sebagai informasi, pada awal tahun 2022 lalu, OJK resmi meluncurkan Taksonomi Hijau Indonesia yang mengklasifikasikan aktivitas ekonomi untuk mendukung upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Tujuan strategis dari kebijakan ini adalah untuk mendorong inovasi penciptaan produk/proyek/inisiatif hijau sesuai dengan standar ambang batas oleh pemerintah.

Mahendra melanjutkan, dalam pertemuan ASEAN Taxonomy Board yang digelar beberapa pekan lalu, gagasan untuk mendorong proses transisi energi dari berbasis batu bara ke energi baru terbarukan (EBT) secara umum dapat disetujui di dalam pertemuan tersebut. 

“Sehingga aktivitas untuk coal power phase out dengan kriteria tertentu akan menjadi bagian dari Asean Taxonomy for Sustainable Finance versi yang kedua,” ungkap Mahendra.

Selain itu, pada Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) Pasal 223 Ayat 2, diatur bahwa ketentuan mengenai taksonomi berkelanjutan akan diterbitkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang dikoordinasikan melalui komite keuangan berkelanjutan yang terdiri dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), OJK, dan Bank Indonesia (BI). 

“Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, penyelarasan taksonomi yang sedang kami lakukan tentu akan juga memperhitungkan perkembangan dan proses yang ada, baik nasional maupun regional,” ujar mantan Wakil Menteri Luar Negeri tersebut. 

Mahendra menyebut, dengan penyelarasan taksonomi hijau, upaya transisi energi di Tanah Air yang memerlukan dana besar telah mendapat dukungan yang lebih nyata di tingkat kawasan. Sehingga, baik pendanaan maupun kebutuhan dapat didukung oleh lembaga jasa keuangan di Asia Tenggara.

Dalam Taksonomi Hijau Edisi 1 Tahun 2022, terdapat 2.733 sektor dan subsektor yang telah dikaji, dan 919 diantaranya dapat dipetakan pada subsektor/kelompok/kegiatan usaha (KBLI Level 5) serta terklarifikasi mengenai ambang batasnya oleh kementerian teknis terkait. 

Dari 919 subsektor/kelompok/kegiatan usaha tersebut, terdapat 904 yang belum dapat dikategorikan secara langsung sebagai sektor hijau (terdapat prasyarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu), sementara 15 lainnya dapat masuk secara langsung sebagai kategori hijau. 

Klasifikasi kriteria pada Taksonomi Hijau dibagi menjadi tiga kategori yaitu: hijau (do no significant harm, apply minimum safeguard, provide positive Impact to the environment and align with the environmental objective of the Taxonomy), kuning (do no significant harm), dan merah (harmful activities).

(YNA)

SHARE