Perjalanan Sejarah Rupiah sebagai Mata Uang Indonesia
Sebelum membahas bagaimana rupiah akhirnya menjadi mata uang Indonesia, patut diketahui bahwa kehadiran uang di Tanah Air memiliki sejarah yang cukup panjang.
IDXChannel - Sebelum membahas bagaimana rupiah akhirnya menjadi mata uang Indonesia, patut diketahui bahwa kehadiran uang di Tanah Air memiliki sejarah yang cukup panjang. Melansir laman resmi Bank Indonesia atau BI, uang sudah digunakan sebagai alat pembayaran yang bisa diterima sebagai pengganti sistem barter.
Alat pembayaran mengalami kemajuan luar biasa pada masa kerajaan Hindu-Buddha. Di Jawa sendiri, alat pembayaran sudah berupa logam. Sejarah mencatat, mata uang yang tertua tercipta pada abad ke-12 dan dibuat dari emas serta perak. Uang itu disebut Krisnala atau uang Ma yang merupakan peninggalan Kerajaan Jenggala. Selain itu, ada pula gobog Majapahit, uang kampua dari Kerajaan Buton, kasha Banten, dinar atau jinggara, dan keueh Aceh.
Di masa pemerintahan VOC, uang perak Belanda atau Rijksdaalder digunakan secara luas sebagai alat pembayaran standar di Nusantara. Selain itu, digunakan pula Duit atau uang tembaga recehan pada era VOC. Ketika VOC runtuh dan pemerintahan diambil alih kerajaan Belanda, gulden Hindia Belanda diedarkan pada tahun 1817 saat Van der Cappelen memerintah Hindia Belanda. Gulden ini diterbitkan untuk menggantikan uang Ropij Jawa, yang berlaku ketika Hindia Timur dikuasai Inggris.
Setelahnya, De Javasche Bank berdiri pada tahun 1828 dan mendapat wewenang mengeluarkan serta mengedarkan uang kertas pecahan mulai nominal 5 gulden dan seterusnya. Namun demikian, sebagian besar uang yang diedarkan adalah logam lantaran terbatasnya daya pencetakan kala itu.
Beda lagi ketika Jepang merebut kekuasaan Indonesia atas Belanda. Negeri Matahari Terbit itu mengedarkan uang invasi. Emisi pertamanya beredar di tahun 1942 dengan bahasa Belanda. Sementara, emisi keduanya memiliki tulisan ‘Pemerintah Dai Nippon’, namun belum sempat diedarkan. Selanjutnya, uang emisi ketiga milik pemerintah Jepang beredar di tahun 1943 dengan tulisan ‘Dai Nippon Teikoku Seihu’. Pada lembaran uang kertas ini, telah tertulis pula kata ‘Roepiah”.
Disebutkan dalam Media Keuangan edisi khusus tahun 2020 bertajuk ‘Jelajah Sejarah Rupiah’, dari Kementerian Keuangan, Gubernur Letnan Jenderal Inggris Thomas Stamford Raffless membuat mata uang rupee dengan bentuk bundar pipih dan terbuat dari tembaga, timah, emas, dan perak. Uang itu juga dilengkapi dengan tulisan Jawa dan Arab di sisinya, serta dicetak di Batavia.
Kata rupiah diperkirakan berasal dari kata rupee yang diucapkan dengan ‘roepiyah’ dalam bahasa Arab. Akan tetapi, rupiah belum digunakan sebagai mata uang sah Indonesia. Sebelumnya, ada ORI atau Oeang Republik Indonesia dan ORIDA (ORI-Daerah) yang dipakai pasca kemerdekaan. ORI dan ORIDA kemudian digantikan oleh Uang Republik Indonesia Serikat pada Mei 1950, yang berlaku hingga Agustus 1950 saat terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keberadaan De Javasche Bank digantikan oleh Bank Indonesia yang didirikan pada 1953. Sejak itu, ada dua bentuk mata uang rupiah yang diresmikan sebagai alat pembayaran yang sah, yaitu dalam bentuk uang kertas dan logam. Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Keuangan, menerbitkan mata uang rupiah dengan pecahan di bawah 5 rupiah. Sedangkan BI menerbitkan uang kertas pecahan pecahan 5 rupiah ke atas.
Barulah pada tahun 1968, seluruh penerbitan uang kertas dan uang logam rupiah menjadi kewenangan BI sebagai satu-satunya lembaga yang memiliki hak menerbitkan uang. Hal ini tertuang dalam Pasal 26 UU No 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral.
Tidak polos, rupiah hadir dengan berbagai wajah tokoh penting di Indonesia. Tokoh proklamator Indonesia, Soekarno dan Muhammad Hatta, muncul di lembaran uang Rp100 ribu. Di uang pecahan Rp50 ribu, terpampang wajah tokoh yang pernah menjabat sebagai Kepala Jawatan Kereta Api wilayah Jawa dan Madura, yaitu Ir Raden Djoeanda Kartawidjaja. Lainnya, ada wajah pahlawan perempuan asal Aceh, Cut Meutia, yang menghiasi uang kertas Rp1.000.
Seluruh pengelolaan uang rupiah, dari mulai tahap perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan penarikan, hingga pemusnahan, berada di tangan BI. Hal itu ditegaskan melalui UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Masih mengutip laman resmi BI, pengelolaan uang rupiah jelas harus dilakukan dengan baik guna mendukung stabilitas moneter dan sistem keuangan. Tujuan lainnya adalah agar sistem pembayaran terus berjalan lancar.
Dalam melakukan pencetakan, perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) ditunjuk untuk melakukan hal itu. Perusahaan itu adalah Perum Peruri atau Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia. Apabila Perum Peruri tidak dapat memenuhi permintaan BI, maka proses pencetakan tetap dilakukan Perum Peruri, namun bekerja sama dengan lembaga lain yang ditunjuk. Tentunya, lembaga tersebut harus transparan dan akuntabel. Demi menciptakan uang dengan kualitas tinggi, Perum Peruri melakukan uji mutu yang di laboratorium terlebih dahulu sebelum mengirimkannya ke BI.
(DES)