Portofolio Investasi Dana Kelolaan BPJS Ketenagakerjaan di Pasar Saham Tersisa 9,5 Persen
BPJS Ketenagakerjaan mencatat portofolio instrumen investasi ke pasar saham dari dana kelolaan berkurang menjadi 9,5% di 2023. Padahal sebelumnya sebesar 12-13%
IDXChannel - BPJS Ketenagakerjaan mencatat portofolio instrumen investasi ke pasar saham dari dana kelolaan berkurang menjadi 9,5% di 2023. Padahal sebelumnya tercatat sebesar 12-13% pada 2021.
Untuk diketahui, total dana kelolaan peserta tembus Rp685 triliun per September 2023.
Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan Edwin Ridwan mengatakan, total dana kelolaan Rp685 triliun itu mayoritas dialokasikan ke obligasi. Artinya, instrumen investasi lain seperti saham, reksa dana, properti dan lainnya memiliki porsi lebih sedikit.
"Sehingga dalam 2,5 tahun ini secara natural alokasi saham turun, sekarang mungkin alokasi saham hanya 9,5%," ujar Edwin dalam Market Review IDXChannel, Kamis (19/10/2023).
Lebih lanjut, Edwin menjelaskan, sebetulnya bukan karena mengurangi porsi investasi ke pasar saham, tapi memang sejak 2021 BPJS Ketenagakerjaan tidak lagi melakukan investasi ke pasar saham. Hal itu melihat kondisi pandemi Covid-19 yang pada saat itu berdampak pada kondisi perekonomian global.
Pada 2021, dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan sekitar Rp500 triliun dengan komposisi investasi ke pasar saham 12-13%. Kemudian dana kelolaan terus tumbuh setiap tahunnya sekitar 13-15% hingga pada September 2023 total dana kelolaan menjadi Rp685 triliun.
"Jadi kita secara sadar berusaha tidak menjual tapi tidak menambah secara nominal, nominal sama sekitar Rp65 triliun-Rp70 triliun (di saham), tapi dana kelolaan tumbuh pesat sekitar 13-15% per tahun," lanjutnya.
Sehingga, kata dia, dana kelolaan yang terus tumbuh itu sejak 2021 itu tidak lagi dibelikan saham hingga saat ini. Namun, lebih banyak dialokasikan ke instrumen investasi lain seperti obligasi, deposito, reksa dana, properti dan lainnya.
"Masalahnya pada saat itu (2021) outlook di pasar saham belum positif dan baru Covid sehingga ada kemungkinan peningkatan suku bunga, inflasi dan lain sebagainya," pungkasnya.
(YNA)