BANKING

Restrukturisasi Kredit Berakhir, Ini Mitigasi Risiko ala Bank Mandiri (BMRI)

Anggie Ariesta 03/08/2022 10:23 WIB

langkah ini dilakukan juga untuk mengamankan performa kredit yang dimilki, sehingga pengaruhnya terhadap kualitas aset dapat relatif terjaga.

Restrukturisasi Kredit Berakhir, Ini Mitigasi Risiko ala Bank Mandiri (BMRI) (foto: MNC Media)

IDXChannel - Kebijakan pemberian restrukturisasi kredit bagi perbankan oleh pemerintah terkait kondisi pandemi COVID-19 bakal berakhir pada 2023 mendatang. Hal tersebut diperkirakan bakal cukup berpengaruh terhadap catatan kinerja kredit perbankan nasional pasca ketentuan kredit kenbali seperti saat sebelum pandemi.

Guna mengatasinya, para pelaku perbankan pun kini cukup sibuk dalam meningkatkan alokasi pencadangan sebagai salah satu upaya mitigasi. Tak hanya itu, langkah ini dilakukan juga untuk mengamankan performa kredit yang dimilki, sehingga pengaruhnya terhadap kualitas aset dapat relatif terjaga.

Salah satunya adalah yang dilakukan oleh PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Direktur Utama BMRI, Darmawan Junaidi, menuturkan bahwa pihaknya berhasil menjaga perbaikan kredit lewat monitoring serta manajemen risiko yang ketat. Hingga pertengahan tahun 2022 posisi rasio NPL Bank Mandiri turun menjadi 2,47 persen.

Tidak hanya itu, berkat optimalisasi kualitas aset serta efisiensi, biaya kredit atau cost of credit (CoC) Bank Mandiri pun berhasil ditekan menjadi 1,27 persen pada semester I-2022.

"Dalam menjaga kualitas aset, Bank Mandiri telah menjalankan proses mitigasi dengan menerapkan prinsip kehati-hatian termasuk menjaga rasio pencadangan dalam posisi yang mencukupi," ujarnya, saat dikonfirmasi Selasa (2/8/2022).

Hingga akhir Juni 2022 posisi restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 di Bank Mandiri kian melandai menjadi Rp58,2 triliun. Jumlah tersebut sudah jauh lebih rendah dari posisi Juni 2021 sebesar Rp 96,5 triliun.

Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri, Ahmad Siddik Badruddin, mengatakan penurunan ini didorong oleh pelunasan dan pembayaran cicilan para debitur, dan bisnis usaha para debitur sudah kembali pada kondisi normal. Sehingga, para debitur tersebut memutuskan untuk menyelesaikan program restrukturisasinya.

Selain itu, perseroan akan terus mengurangi restrukturisasi hingga akhir tahun. Sebab, sesuai aturan OJK relaksasi tersebut akan berakhir pada Maret 2023. Jika relaksasi tersebut tidak akan diperpanjang, perseroan sudah siap.

"Dari total portofolio kredit, LAR include restrukturisasi turun 15,12% dari total portofolio dan akan turun 14-15% sampai akhir tahun. Kami sudah siap apabila kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit tidak diperpanjang oleh OJK," pungkasnya.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri telah memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan sebesar 8,5 persen pada 2023. Hal ini seiring pemulihan ekonomi yang sudah terlihat pada tahun ini.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengatakan bahwa jumlah debitur dan kredit yang direstrukturisasi terus menurun. Kredit yang direstrukturisasi akibat pandemi dari jumlah nilai dan debitur juga terus menurun dalam jumlah signifikan.

Hal sama juga terjadi dengan catatan kredit bermasalah (non performing loan/NPL) dari kredit restrukturisasi itu yang mengalami tren penurunan. 

"Sedangkan rasio CKPN (cadangan kerugian penurunan nilai) yang untuk restrukturisasi sebaliknya terus meningkat. Ini kapasitas bank untuk melakukan itu (pencadangan) terus meningkat dan membaik,” kata Mahendra, dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin (1/8/2022). (TSA)

SHARE