BANKING

Strategi Perbankan Menangkap Peluang di Tengah Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Aldo Fernando 14/08/2025 19:10 WIB

Tren pertumbuhan ekonomi dinilai membuka peluang bagi bank untuk tetap agresif namun lebih selektif pada sektor-sektor yang prospeknya cerah.

Strategi Perbankan Menangkap Peluang di Tengah Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. (Foto: Freepik)

IDXChannel – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan perekonomian Indonesia tumbuh 5,12 persen pada kuartal II-2025, didorong oleh konsumsi domestik, investasi, serta ekspor dari sektor manufaktur dan komoditas. Capaian ini memberi sinyal positif bagi dunia usaha, termasuk perbankan, untuk mengoptimalkan penyaluran kredit di tengah dinamika global.

Analis Phintraco Sekuritas, Aditya Prayoga, menilai tren pertumbuhan ini membuka peluang bagi bank untuk tetap agresif namun lebih selektif pada sektor-sektor yang prospeknya cerah.

“Bank yang cermat biasanya memadukan strategi ekspansi di sektor yang bertumbuh dengan manajemen risiko yang disiplin. Bank punya ruang besar untuk memanfaatkan momentum di industri manufaktur, perdagangan, hingga ekspor-impor,” ujarnya.

Menurut Aditya, salah satu bank yang bisa mengambil potensi tersebut adalah PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk (SDRA) atau BWS. Anak usaha Woori Bank asal Korea ini berpeluang menyalurkan kredit yang selaras dengan arah pertumbuhan ekonomi nasional. Fokusnya tidak hanya pada sektor yang menunjukkan kinerja positif, tetapi juga pada menjaga kualitas aset agar tetap sehat.

Menurut dia, sektor yang berpotensi menjadi unggulan antara lain manufaktur, khususnya industri pendukung otomotif dan elektronik, yang tumbuh 5,68 persen pada kuartal II-2025. Berikutnya, sektor perdagangan besar dan eceran yang mencatat pertumbuhan 5,37 persen pada periode yang sama.

Selain itu, sektor infrastruktur dan konstruksi yang terkait proyek pemerintah maupun swasta tumbuh 4,98 persen di kuartal II-2025. Potensi juga terlihat pada industri pengolahan berorientasi ekspor seperti kelapa sawit, karet, dan tekstil. Terakhir, sektor jasa yang menopang rantai pasok perdagangan Indonesia-Korea juga dinilai prospektif.

Aditya menambahkan, BWS bersama induk usaha Woori Bank Korea, memegang peran penting dalam perdagangan Indonesia-Korea. Pada September 2024, Bank Indonesia (BI), Bank of Korea (BOK), dan Kementerian Keuangan RI menyepakati implementasi Local Currency Transactions (LCT). Woori Bank menjadi salah satu bank yang ditunjuk untuk mengelola skema ini. Dengan LCT, pelaku usaha dapat bertransaksi menggunakan rupiah dan won langsung, tanpa konversi ke dolar Amerika Serikat (AS).

“BWS punya keunggulan first mover dalam LCT karena didukung jaringan induk yang kuat di Korea. Ini memberi nilai tambah bagi eksportir dan importir yang ingin efisiensi biaya sekaligus mengurangi risiko kurs,” katanya.

Langkah tersebut, menurut Aditya, mencerminkan strategi yang tidak hanya berfokus pada ekspansi kredit, tetapi juga memperkuat peran bank sebagai penghubung perdagangan lintas negara, di tengah peluang pertumbuhan ekonomi yang tetap terjaga.

Hingga akhir Juni 2025, BWS mencatat penyaluran kredit pihak ketiga senilai Rp46,28 triliun, relatif stagnan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Risiko kredit terjaga yang tercermin pada rasio kredit bermasalah (NPL bruto) di 2,39 persen dan NPL neto di 1,57 persen.

"Hal ini mengindikasi BWS lebih mementingkan kualitas aset daripada pertumbuhan tinggi, namun berisiko," tutur Aditya.

Terakhir, dia menyoroti keunggulan BWS yang mendapat dukungan dari induk usahanya, salah satu raksasa perbankan di Asia. Dukungan tersebut hadir dalam bentuk suntikan likuiditas, sehingga BWS tidak perlu menaikkan cost of fund di tengah persaingan memperebutkan dana pihak ketiga (DPK) yang kian ketat. (Aldo Fernando)

SHARE