Interview with Leaders: Menggandeng yang Kecil, Merangkul yang Besar
Langkah Tolaram ini tentu menunjukkan komitmen kuat yang semakin menambah semangat dan kepercayaan diri Amar Bank.
"poor people like a bonsai trees. there is nothing wrong in their seeds. Simply, society never gave them the base to grow on."
Rangkaian kalimat itu dicetuskan oleh Muhammad Yunus, seorang dosen, bankir, sekaligus profesor di bidang ekonomi, tentang kemiskinan yang setiap saat dia temui di negaranya, Bangladesh.
Pemenang Nobel Perdamaian pada 2006 lalu itu meyakini bahwa kemiskinan tidak pernah bermula dari kebodohan dan sikap malas, melainkan dari sikap masyarakat dan lembaga keuangan yang tidak pernah mau memberikan basis yang dapat membantu mereka untuk bertumbuh.
Basis perekonomian tersebut, yang kemudian secara global dikenal luas sebagai akses jasa keuangan inklusif, yang dibutuhkan oleh seluruh masyarakat dunia, tak terkecuali juga di Indonesia, terutama di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Seperti halnya yang juga dirasakan Tolaram Group, perusahaan investasi asal Singapura yang justru banyak memiliki aset dan bisnis di Nigeria, saat mengakuisisi PT Anglomas International Bank (Amin Bank) pada 2014 lalu, dan lalu mengubah namanya menjadi PT Bank Amar Indonesia Tbk (Amar Bank), hingga saat ini.
Terbaru, Tolaram semakin memperkuat kuasanya di Amar Bank, seiring pelaksanaan right issue tahap II perusahaan, di mana pihak Tolaram sepakat menambah kepemilikan atas 4,47 miliar saham baru yang diterbitkan.
Mencoba membahas lebih jauh tentang semakin besarnya kendali Tolaram atas Amar Bank tersebut, idxchannel.com berkesempatan berbincang Executive Vice President of Finance Amar Bank, David Wirawan, di sebuah resto di bilangan Jakarta Selatan.
Berikut ini sebagian hal penting yang dibahas dalam perbincangan tersebut.
Q: Sebelumnya kami ucapkan selamat atas pelaksanaan rights issue perusahaan yang berjalan lancar dan sukses. Sebagai perbincangan awal, bisa diceritakan secara singkat terkait aksi korporasi yang baru saja digelar tersebut?
A: Terima kasih ucapan dan apresiasinya. Sebagaimana diketahui, rights issue ini kami gelar untuk memenuhi batasan minimal modal inti bank yang telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu sebesar Rp3 triliun.
Kami bersyukur bahwa aksi korporasi ini berjalan sukses dan sesuai dengan yang diharapkan. Seluruh saham baru yang kami terbitkan berhasil terserap seluruhnya, sehingga dari rights issue ini perusahaan berhasil menghimpun dana tambahan modal sebesar Rp1,28 triliun.
Hal ini membuat modal inti Amar Bank kini telah mencapai Rp3,1 triliun, sehingga telah sesuai dengan ketentuan OJK. Di lain pihak, lewat rights issue ini juga, pemegang saham pengendali kami, yaitu Tolaram, semakin memperbesar kepemilikan dengan bertindak sebagai standby buyer (pembeli siaga).
Langkah Tolaram ini, bagi kami, tentu menunjukkan komitmen kuat yang semakin menambah semangat dan kepercayaan diri Amar Bank, bahwa kinerja bisnis kami ke depan didukung penuh oleh pemegang saham mayoritas.
Q: Apa yang mendasari komitmen penuh Tolaram atas Amar Bank ini? Karena kita tahu, sejak mengakuisisi pada 2014 lalu, Tolaram juga sudah mulai membawa iklim digitalisasi dengan menginisiasi lahirnya layanan Tunaiku. Apa sebenarnya yang diinginkan Tolaram terhadap Amar Bank ini?
A: Ya. Memang masuknya Tolaram ke Amar Bank di 2014 lalu tak lepas dari concern atas masih banyaknya masyarakat yang belum tersentuh layanan jasa keuangan.
As you know, pendiri Tolaram berasal dari Malang (Jawa Timur), yang kemudian mendirikan bisnis di Singapura, lalu dalam perjalanannya bekerja sama dengan Indofood (PT Indofood Sukses Makmur Tbk) untuk menggarap pasar mie instan di Nigeria.
Seiring waktu, bisnis kami berkembang ke berbagai produk F&B lainnya, dan juga merambah ke beberapa negara di Afrika lainnya. Sampai satu ketika, kita melihat ada peluang dan opportunity untuk kembali ke Indonesia. So, kita ambil.
Jadi, kalau ditanya alasan Tolaram tertarik fokus di pasar Indonesia, one of the reasons, but not the only one ofcourse, pendiri kami punya keterikatan personal dan kultural dengan Indonesia.
Q: Seperti Anda sampaikan, Tolaram merupakan pemain besar industri F&B di Nigeria dan pasar Afrika lainnya. Ketika kemudian tertarik pada pasar Indonesia, baik itu secara personal seperti penjelasan Anda tadi maupun juga secara bisnis, mengapa tidak memanfaatkan expertise itu dengan juga masuk ke pasar F&B? Mengapa justru masuk ke pasar landing yang notabene high risk, high regulated dan tentunya high infestation?
A: Sebenarnya kalau secara expertise bagi kami relatif sama ya. Dalam pandangan grup, target customernya sama. Hanya saja kita di Afrika sana menjalankan bisnis FMCG (Fast Moving Consumer Goods) sedangkan yang mau kita garap di sini kita melihatnya FMCS, Fast Moving Consumer Services.
Karena kalau kita melihat dari sisi perbankan, justru di situlah letak masalahnya. Retail customer di perbankan itu limited, karena mereka punya batas-batas yang harus dipenuhi. Inilah yang sering kita sebut bankable dan un-bankable.
Sehingga approach dari kita lebih ke sisi jejaring ritelnya, yaitu bagaimana kita mendelivere pelayanan yang baik. Jadi arahnya ke customer services.
Q: Seperti apa bentuk konkret dari customer services itu?
A: Karena concern kita lebih ke services, maka bentuknya pun kita sesuaikan dengan kebutuhan yang ada di market. Kalau kita adakan riset, akan terlihat bahwa customer yang selama ini terlayani oleh bank itu bisa dibilang top of the pyramid saja.
Selebihnya, di level medium to low segmen, relatif tidak tersentuh. Kenapa? Karena secara persyaratan juga mereka tidak masuk kualifikasi. Kalau pun bank mau masuk, perlu banyak effort dan tentunya risk yang harus diambil.
Perlu banyak dokumen, perlu survei langsung, tanda tangan basah dan sebagainya. Itu artinya secara jaringan SDM (sumber daya manusia) harus kuat, and actually its all about high invest.
Dan bisa kita lihat, selama ini yang mampu bermain di situ hanya BRI (PT Bank Rakyat Indonesia Tbk).
Itu pun jujur, overhead cost-nya pasti luar biasa, karena mereka harus mendirikan kantor cabang, agen dan lain sebagainya. Ini salah satunya yang membuat hampir tidak ada yang menggarap di segmen pasar ini. Sehingga, bagi kami, this is oppportunity menarik yang perlu kita ambil.
Q: Kita tadi membahas industri perbankan yang selain high regulated, juga high invest. Dengan Amar Bank memilih untuk fokus ke segmen yang un-bankable tadi, berkiprah di level medium to low segmen, bukankah sama saja membutuhkan investasi yang juga relatif besar?
A: Jawabannya adalah dengan pemanfaatan teknologi. Seperti yang Anda bilang tadi, bahwa kami as a Tolaram sudah punya expertise di FMCG, yang tinggal digeser sedikit ke FMCS, dengan memanfaatkan digitalisasi. Jadi tidak perlu membuka kantor cabang. Overhead cost-nya jadi lebih bisa terkontrol, dan tentunya lebih efisien dan use full.
Jadi bukan dalam rangka menghemat cost. Ini perlu kami tekankan juga, karena kalau konteksnya perlu high invest, selagi kami bisa memastikan itu worth it, pemegang saham tidak ada masalah. Mereka fully support. Seperti Anda lihat, untuk memenuhi ketentuan modal inti sebesar Rp3 triliun saja, owner kami tidak ada masalah. Jadi kami sama sekali tidak worry untuk itu.
Justru, yang kami worry saat ini adalah bagaimana agar CAR (capital adequacy ratio/rasio kecukupan modal) yang sudah demikian tebal ini tidak nganggur dan bisa lebih use full secara bisnis. Itu tantangan selanjutnya yang harus kami jawab setelah kecukupan modal inti sudah mampu kami penuhi.
Q: Oke, berarti kita beranjak ke strategi dan target Amar Bank for the next step, setidaknya di tahun depan, dengan permodalan yang sudah demikian kuat, apa yang mau dilakukan dan dicapai di 2023? Bagaimana dengan proyeksi tentang bakal terjadinya resesi di tahun depan?
A: Sejauh ini kami masih melihat everything is under control ya. Perekonomian nasional kita tahu relatif kuat. Pertumbuhan ekonominya juga sangat positif bila dibanding dengan negara-negara lain, terutama di Eropa dan Amerika. Pemerintah juga kita bisa lihat cukup mampu dalam menjaga daya beli masyarakat.
Justru kalau kami mau jujur, kondisi cukup worry kami rasakan di awal tahun ini, di mana kita masih belum tahu arah pertumbuhan (ekonomi) ini mau ke mana. Kasus COVID-19 ini kira-kira bakal naik lagi atau nggak. Lalu juga ada perang Rusia, sehingga kita perlu melihat lagi progress-nya sejauh mana.
Kondisi ini sempat membuat kami dilema, karena di satu sisi secara regulasi kami harus mempertebal cadangan modal, namun di satu sisi kondisi pasar di tahun ini relatif kami lihat cukup challenging.
Karena dengan cadangan modal yang besar, tentu kami harus mencari cara agar nilai sebesar itu tidak mengendap sia-sia tanpa mampu kita create something di bisnis perusahaan.
Kami bahkan sempat berupaya ke OJK untuk sebisa mungkin (kebijakan menaikkan cadangan modal) ini ditunda dulu. Kasih lah kami waktu untuk prepare, tapi ternyata tidak disetujui. Jadi ya kami tetap jalankan sesuai regulasi.
Tapi dengan kondisi saat ini, everything kami lihat sudah cukup membaik ya. Di internal, kami juga sudah memperkuat diri dengan menggandeng partner, yang dengan banyak pertimbangan, dengan serangkaian proses, akhirnya kami menggandeng Investree sebagai investor sekaligus partner kami.
Jadi kami melihat kondisi pasar justru sudah semakin bagus. Terlebih, untuk menggarap bisnis di 2023, kami sudah siapkan tiga strategi besar.
Q: Apa saja turunan dari tiga strategi besar itu?
A: Pertama dengan memanage lagi bisnis kami di Tunaiku. Sejauh ini per bulan kami sudah terima setidaknya 300 ribu aplikasi (pengajuan pinjaman). Jadi bahkan saat kami belum agresif saja, bisa dibilang 300 ribu (nasabah) di kota-kota besar sudah di tangan. Jadi rata-rata 10 ribu pengajuan per hari. Ini akan jadi andalan Amar Bank di segmen retail dan bisnis mikro.
Growth atau ekspansi tentu juga sudah kami siapkan, dengan memperluas cakupan kota di mana Tunaiku beroperasi. Saat ini kami masih fokus di Jabodetabek, Surabaya dan Bandung. Mungkin tidak harus menambah kota, tapi memperbesar penetrasi kami di Bandung dan Surabaya. Dengan asumsi ini, tentu angka 300 ribu aplikasi per bulan tadi bakal bisa kami maksimalkan lagi.
Kedua, kami juga mau targetkan sektor SMI (Small and Medium Enterprise/usaha kecil menengah/UKM). Di segmen ini kami sudah berkolaborasi dengan Investree. Jadi ibaratnya, yang kecil banget, yang mikro, kami support lewat Tunaiku. Sedangkan yang kecil and medium, kita rangkul lewat Investree.
And in the next level, ketika kita bisa support bisnis mereka ini untuk terus berkembang, sampai kemudian sudah membesar dan masuk kategori bankable, maka kita akan channelkan ke Amar Bank. Jadi Amar Bank ini level krediturnya kami khususkan untuk kreditur besar
Sedangkan (target) ketiga, dari sisi komersial dan juga dari sisi corporate secara perlahan dan bertahap mulai kami kembangkan. Karena seperti Saya bilang tadi, dari posisi CAR (capital adequacy ratio/rasio kecukupan modal) yang tebal, kenapa nggak untuk kami juga masuk ke segmen corporate. Sehingga ini juga bisa jadi diversifikasi produk juga untuk kami.
Dengan strategi semacam ini, kami semakin optimistis bahwa 2023 bukannya berpeluang ada tekanan, melainkan saat yang tepat untuk kami semakin berkembang maksimal. Semua size bisnis customer sebisa mungkin kami grab, lewat tadi itu, Tunaiku, kerjasama dengan Investree dan Amar Bank sendiri.
Yang kecil kita rangkul, kita support agar bisa semakin besar. Sedangkan yang besar kita gandeng, bikin kerjasama yang saling menguntungkan, sehingga kita bisa growth bersama. (TSA)