ECONOMICS

1,5 Juta Petani Tembakau Tolak RPP Kesehatan, Dinilai Bisa Matikan Industri Rokok

Iqbal Dwi Purnama 10/11/2023 19:32 WIB

Asosiasi Petani Tembakau Indonesia secara tegas menolak aturan yang mengatur produk tembakau dalam RPP tentang Kesehatan karena bisa matikan industri rokok.

1,5 Juta Petani Tembakau Tolak RPP Kesehatan, Dinilai Bisa Matikan Industri Rokok. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Pamekasan secara tegas menolak aturan yang mengatur produk tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kesehatan.

Menurut mereka, aturan tersebut dinilai bisa matikan industri rokok. “Ketika industri tembakau digusur maka artinya sama saja Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melarang kami untuk menanam tembakau," ujar APTI Pamekasan, Samrukah, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/11/2023).

Aturan produk tembakau di RPP Kesehatan, menurutnya, sebagai upaya untuk melarang pergerakan produk tembakau dari hulu sampai hilir. Pada bagian hulu, aturan RPP Kesehatan mendorong alih tanam bagi para petani tembakau untuk menanam jenis komoditas lain.

“Ini hal yang tidak bisa semudah itu dilakukan. Belum ada tanaman lain yang bisa menjadi solusi dan setara dengan tembakau. Lagi pula, ini adalah warisan sumber kehidupan kami secara turun temurun dari para leluhur,” sambungnya.

Samukrah menegaskan pihaknya bersama sekitar 1,5 juta petani tembakau lainnya akan terus menyuarakan penolakan terhadap aturan tersebut. Terlebih, banyaknya larangan terhadap produk tembakau serta perintah alih tanam pada RPP Kesehatan dinilai sebagai jalan untuk mengakomodir kepentingan sepihak.

Beleid itu dinilai tanpa mempedulikan nasib rakyat yang menggantungkan hidupnya di industri pertembakauan. “Negara kita ini berbeda. Mereka tidak tahu realita di lapangan dan seperti apa nasib yang akan dialami oleh warga negara Indonesia, terutama petani tembakau,” lanjut Samrukah.

Samukrah meyakini pada dasarnya negara Indonesia juga dapat mengalami kerugian besar jika rancangan aturan ini diberlakukan karena berpotensi untuk menumbuhkan industri rokok ilegal, dan lolos dari pengenaan pajak.

“Menurut saya, pemerintah (Kemenkes) ini membuka ruang dan kran selebar-lebarnya untuk rokok ilegal. Padahal, ini yang harus dipikirkan,” ujarnya.

Secara terpisah, Pakar Hukum dari Universitas Trisakti, Ali Ridho, menegaskan bahwa industri tembakau dan ekosistemnya legal dan konstitusional sehingga harus mendapatkan perlindungan secara hukum dari negara. 

Bahkan, terdapat setidaknya 11 Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap ekosistem pertembakauan, baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung. Sebanyak enam putusan di antaranya adalah putusan langsung yang menyebutkan bahwa ekosistem pertembakauan adalah entitas yang legal. 

“Ekosistem pertembakauan adalah konstitusional yang harus dilindungi,” ungkap Ali.

Maka segala peraturan yang muncul kemudian, lanjut Ali, tidak boleh terlepas dari putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Meski begitu, khusus untuk RPP Kesehatan, semestinya juga tidak mencakup pengaturan terhadap produk tembakau, sebab tidak diperintahkan oleh payung hukumnya yaitu UU Kesehatan. Ia menyampaikan, aturan soal tembakau diamanatkan untuk diatur pada Peraturan Pemerintah tersendiri, bukan digabung.

Bunyi pasal 152 UU Kesehatan ayat (1) berbunyi: ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan zat adiktif, berupa produk tembakau, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pada ayat (2) berbunyi: ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan zat adiktif, berupa rokok elektronik, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

”Berpijak pada dasar hukum tersebut, seharusnya aturan turunan Pasal 152 UU No. 17/2023 harus diatur dalam PP tersendiri, bukan digabung dalam satu PP yang mengatur banyak materi muatan,” kata dia.

(FRI)

SHARE