Ada Ancaman Resesi di 2023, Holding BUMN Asuransi Khawatir Gagal Bayar
IFG khawatir dan waspada terhadap meningkatnya klaim asuransi akibat dari gagal bayar. Kondisi tersebut terjadi karena adanya ancaman resesi ekonomi global.
IDXChannel - Direktur Utama Holding BUMN Asuransi dan Penjaminan atau Indonesia Financial Group (IFG), Robertus Billitea mengaku, pihaknya khawatir dan waspada terhadap meningkatnya klaim asuransi akibat dari gagal bayar. Kondisi tersebut terjadi karena adanya ancaman resesi ekonomi global tahun ini.
"Jika terjadi resesi ekonomi yang berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi, maka yang kami waspadai adalah pertama terjadinya peningkatan klaim asuransi akibat dari gagal bayarnya para pihak yang diasuransikan, dalam hal ini, katakanlah untuk ekosistem kami, ada UMKM, dan ada KUR," ungkap Robertus, saat RDP bersama Komisi VI DPR RI, Senin (30/1/2023).
Ia menjelaskan bila resesi ekonomi global terjadi, maka akan berdampak pada perlambatan ekonomi nasional. Perkara ini membuat kinerja perusahaan asuransi melemah yang berujung pada gagal bayar.
Menurutnya, perlambatan ekonomi nasional akibat dari resesi ekonomi global menyebabkan turunnya kinerja keuangan holding dan anak perusahaan baik dari sisi likuiditas, profitabilitas, investasi, dan permodalan.
Hal itu lantaran disebabkan oleh meningkatnya klaim dan penebusan polis sebelum jatuh tempo oleh nasabah yang terdampak resesi. Lalu, penurunan pendapatan underwriting karena memburuknya bisnis hingga resiko turunnya kinerja portofolio investasi.
"Nah, ujung-ujungnya akan berdampak pada turunnya kinerja portofolio investasi kami," kata dia.
Meski begitu, Holding BUMN Asuransi dan Penjaminan telah menyiapkan sejumlah langkah strategi untuk menghadapi resesi ekonomi yang diperkirakan terjadi pada tahun ini.
"Sebagai yang kita alami bersama dalam program-program ekonomi nasional untuk antisipasi akibat perlambatan ekonomi karena Covid, maka mitigasi strategi yang sudah kami lakukan dan terus kami perkuat adalah melakukan review dari waktu ke waktu," tutur dia.
Strategi lain adalah menyiapkan pencadangan yang sesuai dengan portofolio terkini, menjalankan skenario stress testing terkait perlambatan ekonomi, membuat mapping industri yang berpotensi terdampak.
Kemudian, menyiapkan switching portofolio dari industri yang terdampak resesi, serta koordinasi dan konsolidasi holding dengan anak usaha hingga pihak otoritas terkait.
"Di lain sisi, kami terus memantau proses atau perlambatan ekonomi jika terjadi, dengan memaaping industri. Karena dari sana kita bisa mencari jalan keluar untuk me-switching portofolio kami.
Lalu, koordinasi dan konsolidasi di antara kami dengan anak-anak perusahaan, terus kami lakukan untuk menghadapi potensi risiko resesi jika terjadi," ujarnya.
(SLF)