Airlangga Enggan Bahas Kemungkinan Harga Minyak Mentah RI Tembus USD100 per Barel
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku tidak ingin berandai-andai. Sebab, hal itu belum terjadi.
IDXChannel - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi harga minyak mentah atau Indonesia Crude Price (ICP) bakal meroket hingga USD100 per barel. Hal itu imbas memanasnya perang antara Iran-Israel.
Namun demikian, ketika ditanya perihal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku tidak ingin berandai-andai. Sebab, hal itu belum terjadi.
"Pertama, kita enggak mau bahas kalau, karena kalau dibahas ininya banyak sekali," ujarnya saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (18/4/2024).
Tapi Airlangga memastikan pemerintah akan mengantisipasi setiap perubahan-perubahan yang terjadi.
"(Kalau) antisipasi banyak, antisipasi perubahan-perubahan yang ada tadi, pemerintah memonitor harian atau bulanan dan tentu kita merespons nanti tentu sesuai dengan kejadiannya. Tapi kalau sekarang kejadiannya belum sampai situ, maka tentu kita tidak andai-andai," tuturnya lebih lanjut.
Sebagai informasi, Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengungkapkan, kenaikan ICP hingga USD100 per barel itu tentunya bakal berdampak terhadap anggaran subsidi serta kompensasi Bahan Bakar Minyak dan LPG 3 Kg. Sebab, melonjaknya ICP itu lebih besar dari asumsi ekonomi makro yang dipatok dalam APBN 2024 sebesar USD82 per barel.
Dikatakan Tutuka, apabila ICP sesuai dengan perkirakan yakni USD100 per barel dengan kurs Rp15.900, maka subsidi dan kompensasi BBM naik menjadi Rp250 triliun dari sebelumnya yang saya lihat sekarang diasumsikan dalam APBN 2024 sebesar Rp161 triliun. Kemudian, untuk LPG menjadi Rp106 triliun dari asumsi dalam APBN 2024 sebesar Rp83,3 triliun.
"Nah tentunya totalnya ini akan sangat besar kalau kita totalkan itu bisa sampai Rp213 triliun, total subsidi kompensasi baik BBM maupun LPG. Nah kalau (ICP) naik ke USD110, ini akan menjadi jauh lebih besar totalnya mungkin sekitar Rp350 triliun nanti menjadinya," terang Tutuka ketika ditemui usai Halal Bihalal di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (16/4/2024) lalu.
Ia menambahkan, belakangan ICP memang menunjukan tren kenaikan harga sekitar USD5 per barel setiap bulan bahkan sebelum adanya konflik antara Iran dan Israel memanas.
"Jadi itulah kurang lebih gambaran untuk detailnya bahwa, untuk setiap kenaikan ICP yang USD5 per barel setiap bulan itu yang paling berpengaruh besar pertama terhadap subsidi LPG yang akan bertambah sekitar USD5 triliun. Kemudian yang kedua yang paling besar dengan kenaikan ICP USD5, kompensasi solar bertambah Rp6,42 triliun. Jadi itu USD2 yang paling besar kenaikannya," papar Tutuka.
Ia juga menambahkan, apabila ICP naik sebesar US$1 per barel maka akan berdampak pada kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp1,8 triliun. Namun, kenaikan PNBP ini tentu diiringi dengan naiknya subsidi energi Rp1,78 triliun dan kompensasi energi Rp5,3 triliun.
"Kemudian untuk kenaikan kurs, tiap 100 rupiah per dolar akan berdampak pada PNBP kenaikan Rp1,8 triliun tapi kenaikan subsidi energi sekitar Rp1,2 triliun dan kompensasi Rp3,9 triliun," imbuhnya.
"Jadi dari sini kita melihat (bahwa) akan ada kenaikan PNBP tapi untuk subsidi dan kompensasi akan paling besar," pungkas Tutuka.
(YNA)