Airlangga: Tanpa Penurunan Tarif, Satu Juta Pekerja Sektor Padat Karya Terancam
Indonesia memperoleh penurunan tarif impor dari Amerika Serikat dari sebelumnya 32 persen menjadi 19 persen.
IDXChannel - Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat (AS) menandatangani Joint Statement bentuk kesepakatan dagang terbaru pada 22 Juli lalu, menandai babak baru dalam kerja sama ekonomi kedua negara.
Dalam isi kesepakatan tersebut, Indonesia memperoleh penurunan tarif impor dari Amerika Serikat dari sebelumnya 32 persen menjadi 19 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kerja sama ini menjadi bagian dari upaya pemerintah menjaga keseimbangan eksternal dan lapangan kerja tetap terjamin.
"Seperti yang kita tahu kalau 32 persen artinya tidak ada dagang, sama dengan dalam tanda kutip embargo dagang dan itu satu juta pekerja di sektor padat karya bisa terkena hal yang tidak diinginkan," kata Airlangga dalam koferensi pers di kantornya, Kamis (24/7/2025).
Airlangga mengatakan kesepakatan ini akan menjadi dasar bagi perjanjian perdagangan yang lebih komprehensif.
"Secara umum Joint Statement menggambarkan kesepakatan yang telah dibahas dan Amerika Serikat menunjukkan poin-poin penting dan komitmen politik baik Indonesia maupun Amerika yang akan menjadi dasar perjanjian perdagangan nanti. Nah, tentu akan dilanjutkan dengan pembahasan lanjutan yang menyangkut kepentingan kedua negara," kata dia.
Beberapa poin penting yang masih akan dirundingkan meliputi daftar produk asal Indonesia yang akan mendapatkan perlakuan tarif resiprokal mendekati nol persen.
Produk-produk tersebut antara lain kelapa sawit, kopi, kakao, produk agro, komponen pesawat terbang, serta mineral dan produk industri dari kawasan tertentu.
Dalam hal tata kelola data pribadi lintas negara, Airlangga menegaskan pentingnya kepastian hukum yang aman dan terukur. Indonesia dan AS sepakat untuk menyusun protokol lintas batas (cross-border) perlindungan data pribadi yang sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) di Indonesia.
Saat ini, terdapat 12 perusahaan asal AS yang telah membangun fasilitas data center di Indonesia, seperti Microsoft, Amazon Web Services (AWS), Google, hingga Oracle.
Terkait aspek teknologi, pemerintah membuka ruang pemberlakuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) secara terbatas pada produk Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), data center, dan alat kesehatan dari AS, yang tetap berada di bawah pengawasan Kementerian/Lembaga teknis.
Selain itu, Indonesia juga membuka kemungkinan pengakuan sertifikat FDA AS untuk produk alat kesehatan, sebagaimana sebelumnya telah dilakukan saat pandemi Covid-19.
Dalam sektor mineral, kesepakatan kerja sama dilakukan terhadap komoditas mineral kritis dalam bentuk hasil olahan, bukan barang mentah (ore). Untuk mendukung pembiayaan investasi sektor ini, Pemerintah Indonesia melalui Danantara bekerja sama dengan Development Finance Corporation (DFC) dari AS.
Di sisi lain, Airlangga menjelaskan bahwa impor komoditas pangan seperti kedelai, gandum, dan kapas hanya dilakukan untuk produk yang tidak diproduksi di dalam negeri, dengan tujuan menjaga stabilitas inflasi khususnya pada kelompok volatile food.
Mekanisme perizinan impor tetap akan dijalankan berbasis kebutuhan nasional melalui pengaturan Neraca Komoditas.
Sebagai bagian dari komitmen investasi lanjutan, Pemerintah AS berencana menanamkan modal di berbagai sektor strategis Indonesia, antara lain Fasilitas Carbon Capture and Storage (CCS) senilai USD10 miliar oleh ExxonMobil, Pusat data di Batam senilai USD6,5 miliar oleh Oracle, Infrastruktur cloud dan AI senilai USD1,7 miliar oleh Microsoft, Pengembangan AI dan cloud senilai USD5 miliar oleh Amazon, serta Fasilitas produksi CT scanner pertama di Indonesia senilai Rp178 miliar oleh GE Healthcare.
(NIA DEVIYANA)