Anggaran Pertahanan Rp1.700 Triliun, Ekonom: Tidak Pantas Karena APBN Sedang Sekarat
Ekonom Didik J. Rachbini menjelaskan bahwa rencana anggaran pertahanan dan keamanan sampai Rp1700 trilyun di luar kepantasan.
IDXChannel - Ekonom INDEF, Didik J Rachbini mengungkapkan keprihatihannya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia. Dia menilai struktur APBN telah rusak berat karena kebijakan yang tidak tepat.
Evaluasi APBN 2021 dan Pembahasan RAPBN 2022 sudah mulai dijalankan pada tahap awal dan dibicarakan dengan DPR. Hal yang mengejutkan adalah Kementrian Pertahanan dan Keamanan mengajukan rencana anggaran Rp1.700 triliun.
Didik menjelaskan bahwa rencana anggaran pertahanan dan keamanan sampai Rp1700 trilyun di luar kepantasan. Sebab, Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19 dan perekonomian sedang terombang-ambing.
“Ini tidak layak karena APBN sekarat dan syarat utang dan tidak masuk di akal sehat,” tegasnya kepada MNC Portal Indonesia, Kamis (3/6/2021).
Lanjutnya, semestinya dalam keadaan Indonesia sekarang ini, masyarakat lebih membutuhkan dukungan dibandingkan dengan melipatgandakan anggaran untuk pertahanan dan keamanan.
“Jadi tidak pantas kalau anggaran yang besar tersebut diajukan dalam jumlah yang sangat besar dan menguras anggaran sosial, pendidikan, kesehatan, daerah dan sebagainya,”paparnya.
Sebagai informasi, pada tahun 2019 utang yang diputuskan APBN mencapai Rp921,5 triliun. Keperluan utang tersebut guna membayar bunga, pokok dan sisanya untuk menambal kebutuhan defisit.
Selanjutnya, tahun 2020 rencana utang ingin ditekan menjadi Rp651,1 triliun dengan motif agar wajah APBN kelihatan apik. Namun kenyataannya, Indonesia terancam pandemi Covid-19 sehingga mengharuskan utang tahun 2020 dinaikkan pesat menjadi Rp1.226 triliun.
“Perubahan-perubahan seperti ini mencerminkan perilaku labil dan semau gue dari penguasa, obrak-abrik merusak APBN, dan cerminan DPR yang telat mikir dan lemah kuasa,” jelas Didik.
Terkait hal tersebut, tahun 2022 DPR tidak memiliki hak budget kembali sesuai Perpu dan Undang-undang sehingga tidak bisa mengubah angka satu rupiah pun dari yang sudah diusulkan pemerintah.
Perlu diketahui, kondisi utang APBN mencapai Rp6.361 triliun dan total utang publik sekarang mencapai Rp8.504 triliun.
Akibatnya, setiap tahun kewajiban pembayaran utang pokok dan bunga plus cicilan utang luar negeri pemerintah (tidak termasuk swasta) sudah sangat tinggi dan di luar kewajaran, yakni mencapai Rp772 triliun pada tahun 2020.
“Saya hanya mengingatkan, gabungan dari masalah APBN ini ditambah kepercayaan publik merosot, maka krisis bisa terjadi. Karena itu, kemungkinan krisis harus dicegah dengan menguatkan kembali APBN agar hati-hati dalam perencanaannya dan mengembalikan lagi pertumbuhan di atas tingkat moderat,”tutupnya. (TIA)