ECONOMICS

Angka Transaksi Janggal Sempat Berbeda, Wamenkeu: Karena Tidak Terima Surat

Iqbal Dwi Purnama 01/04/2023 05:30 WIB

Nilai transaksi janggal dugaan TPPU antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan Menko Polhukam Mahfud MD yang berbeda menambah polemik di publik.

Angka Transaksi Janggal Sempat Berbeda, Wamenkeu: Karena Tidak Terima Surat (FOTO: MNC Media)

IDXChannel - Nilai transaksi janggal dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan Menko Polhukam Mahfud MD yang berbeda menambah polemik di publik hingga DPR.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan terkait temuan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di lingkup Kementerian Keuangan senilai Rp349 triliiun. Sebab apa yang dipaparkan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkesan berbeda data.

Suahasil mengungkapkan hal tersebut disebabkan karena perbedaan penghitungan surat aduan dari PPATK antara Kementerian Keuangan dengan Menko Polhukam. Mahfud MD menghitung secara keseluruhan surat yang dikirimkan oleh PPATK ke aparat penegak hukum (APH) dengan surat yang dikirim ke Kementerian Keuangan.

Sedangkan Kementerian Keuangan, dikatakan Suahasil tidak menghitung jumlah surat yang dikirimkan PPATK kepada aparat penegak hukum, karena Kementerian Keuangan sendiri tidak mendapatkan surat tersebut.

"Tapi angkanya kurang lebih mirip karena kita kerja dengan data yang sama, yaitu 300 surat, sama sama 300 surat dan semuanya nilai total nya Rp349,874 triliun," kata Suahasil di kantornya, Jumat (31/3/2023).

"Kenapa ada perbedaan, ini ada perbedaan karena Kemenkeu tidak terima surat yang dikirimkan kepada APH," sambungnya.

Pada rapat bersama DPR RI, Sri Mulyani sempat menyebutkan bahwa angka dugaan praktik pencucian uang di Kemenkeu sebesar Rp3,3 triliun, sedangkan Mahfud MD menyebutkan 35 triliun. 

"Jadi yang Rp3,3 triliun ini akumulasi transaksi debit kredit pegawai, ya kalau penghasilan resmi di dalamnya juga ada penghasilan resmi, ada transaksi dengan keluarganya atau jual beli harta atau yang lain dalam periode 2009-2023," lanjutnya.

Suahasil menjelaskan, sebanyak 200 surat yang diterima Kementerian Keuangan dari PPATK terdiri dari 135 surat laporan analisis transaksi mencurigakan perusahaan dan pegawai Kemenkeu, serta 65 surat terkait korporasi. Pada 135 surat terkait dengan korporasi dan pegawai Kemenkeu, tercatat transaksi mencurigakan sebesar Rp22 triliun. Sebanyak Rp3,3 triliun dilakukan oleh pegawai Kemenkeu.

"Yang Rp35 triliun itu dipecah dua, ada surat yang dikirim ke Kemenkeu, dapatnya Rp22 triliun, dan surat yg dikirim ke APH, dapatnya Rp13 triliun. Kalau dijumlah Rp35 triliun," tutup Suahasil. (RRD)

SHARE