ECONOMICS

Angkatan Kerja RI Naik 2,76 Juta per Februari 2024, Daya Saing dan Produktivitas Belum Aman

Maulina Ulfa - Riset 07/05/2024 12:19 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan sejumlah data ketenagakerjaan pada Senin (6/5/2024).

Angkatan Kerja RI Naik 2,76 Juta per Februari 2024, Daya Saing dan Produktivitas Belum Aman. (Foto: Freepik)

IDXChannel - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan sejumlah data ketenagakerjaan pada Senin (6/5/2024).

Menurut catatan BPS, jumlah angkatan kerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Februari 2024 sebanyak 149,38 juta orang, naik 2,76 juta orang dibanding Februari 2023.

Selain itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Tanah Air juga naik sebesar 0,50 persen poin dibanding Februari 2023.

Penduduk yang bekerja pada Februari 2024 sebanyak 142,18 juta orang, naik sebanyak 3,55 juta orang dari Februari 2023.

Meski angkatan kerja secara keseluruhan naik, Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan ketenagakerjaan, termasuk di antaranya adalah daya saing dan produktivitas.

Di samping itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2024 sebesar 4,82 persen, juga menurun sebesar 0,63 persen poin dibanding Februari 2023. (Lihat grafik di bawah ini.)

 

Informasi tambahan, persentase setengah pengangguran pada Februari 2024 juga naik sebesar 1,61 persen poin, sementara pekerja paruh waktu turun sebesar 0,73 persen poin dibanding Februari 2023.

Isu Daya Saing dan Produktivitas

Berdasarkan hasil Sakernas Februari 2024, tiga lapangan usaha yang menyerap tenaga kerja paling banyak adalah Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 28,64 persen.

Di urutan kedua dan ketiga, terdapat Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor sebesar 19,05 persen; serta Industri Pengolahan sebesar 13,28 persen.

Sementara itu, lapangan usaha yang mengalami peningkatan terbesar adalah Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum sebesar 0,96 juta orang.

Pada Februari 2024, penduduk bekerja paling banyak berstatus buruh/karyawan/pegawai, yaitu sebesar 37,31 persen.

Berdasarkan status pekerjaan, penduduk bekerja dapat dikategorikan menjadi kegiatan formal dan informal, dengan pekerja informal menempati presentase terbesar.

Pada Februari 2024, penduduk yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak 84,13 juta orang (59,17 persen). Sedangkan yang bekerja pada kegiatan formal sebanyak 58,05 juta orang (40,83 persen), naik sebesar 0,95 persen poin dibanding Februari 2023.

Dibandingkan Februari 2023, persentase penduduk bekerja pada kegiatan formal mengalami peningkatan sebesar 0,95 persen poin.

Penduduk yang bekerja di kegiatan formal mencakup mereka dengan status berusaha dibantu buruh tetap dan dibayar serta buruh/karyawan/pegawai.

Sedangkan sisanya dikategorikan sebagai kegiatan informal (berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/pekerja keluarga/tidak dibayar, pekerja bebas, dan pekerja keluarga/tidak dibayar).

Dari sisi produktivitas, pada 2022, tingkat produktivitas tenaga kerja awal di Indonesia mencapai sekitar 86,55 juta rupiah per pekerja.

Jumlah tersebut mengalami penurunan pada tahun 2020, namun secara bertahap meningkat sejak saat itu. Produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu indikator perekonomian penting yang sangat berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Menurut data CEIC, Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia turun sebesar 1,63 persen secara tahunan (yoy) per Desember 2023, dibandingkan dengan pertumbuhan sebesar 2 persen pada tahun sebelumnya.

Sepanjang 2001 hingga 2023, Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia rata-rata hanya sebesar 2,94 persen. Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia mencapai angka tertinggi sebesar 5,56 persen pada 2013 dan rekor terendah sebesar -3,54 persen pada 2020 karena adanya pandemi Covid-19. (Lihat grafik di bawah ini.)

Studi ASEAN berjudul Regional Study on Labour Productivity in ASEAN 2021 menunjukkan produktivitas pekerja Indonesia ada di angka USD23,89 ribu per pekerja posisi enam dari 10 negara. Produktivitas tertinggi adalah Singapura dengan nilai USD149,05 ribu.

Melansir VN Express, di tahun sebelumnya, produktivitas tenaga kerja per jam di Indonesia termasuk yang terendah nomor tiga di Asia.

Rata-rata pekerja di Indonesia menghasilkan produk senilai USD12 per jam pada 2020.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) mengatakan dalam gelaran May Day 1 Mei 2024, masa depan dunia ketenagakerjaan Indonesia sangat ditentukan oleh kompetensi dan daya saing pekerja atau buruh.

“Masa depan bangsa Indonesia sangat ditentukan oleh seberapa kompeten dan seberapa kompetitif pekerja/buruh kita. Oleh karenanya, secara khusus, saya mengajak teman-teman pekerja/buruh untuk terus berupaya meningkatkan kompetensi dan daya saing,” kata Menaker Ida Fauziyah dalam sambutannya pada Peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Jakarta pada Rabu (1/5).

Di samping itu, menurut LPEM UI, Indonesia mempunyai cita-cita untuk menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2045 dan hal ini memerlukan pertumbuhan ekonomi yang jauh melampaui tingkat saat ini.

Informasi saja, BPS melaporkan ekonomi Indonesia tumbuh 5,11 persen pada kuartal-I 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Angka ini juga di atas konsensus Bloomberg yang berada di angka 5,09 persen yoy.

"Ini merupakan pertumbuhan kuartal I tertinggi sepanjang periode 2019 sampai 2024. Namun bila dibandingkan kuartal IV-2023 (QtoQ), ekonomi Indonesia kuartal I-2024 terkontraksi sebesar 0,83 persen,” kata Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam Rilis BPS, Jakarta, Senin (6/5/2024).

Namun, tren pertumbuhan tak bergeser dari 5 persen dalam sepuluh tahun terakhir.

Untuk mencapai hal ini, diperlukan reindustrialisasi dan peningkatan produktivitas yang signifikan.

Namun, proses reindustrialisasi dan peningkatan produktivitas merupakan proses jangka menengah dan panjang karena sifat strukturalnya dalam perekonomian.

Oleh karena itu, reformasi struktural perlu terus dilakukan dan tetap menjadi prioritas pengambil kebijakan.

“Pemilihan umum (pemilu) akan menghasilkan pemerintahan baru dan pemerintahan berikutnya tidak boleh kehilangan fokus pada isu produktivitas dan reindustrialisasi,” tulis LPEM UI dalam Indonesia Economic Outlook Q1-2024. (ADF)

SHARE