Apindo Sebut Indonesia Masih Berpeluang Dapat Diskon Tarif Trump
Apindo menyatakan, Indonesia masih berpeluang mendapatkan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah.
IDXChannel - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan, Indonesia masih berpeluang mendapatkan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah. Tarif spesial itu terutama berlaku untuk komoditas-komoditas yang tidak diproduksi di Negeri Paman Sam.
Sebelumnya, Indonesia lewat Presiden Prabowo Subianto melakukan negosiasi tarif dengan Presiden AS, Donald Trump. Hasilnya, Indonesia mendapatkan penurunan tarif dari 32 persen menjadi 19 persen dan barang dari AS yang masuk Indonesia dikenakan tarif 0 persen.
Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani mengungkapkan, pemerintah masih melakukan negosiasi lanjutkan setelah Trump menetapkan tarif 19 persen. Meski sudah berlaku sejak 1 Agustus, beberapa komoditas seperti kopi hingga nikel diharapkan bisa masuk AS dengan tarif 0 persen. Sebelumnya, tembaga asal Indonesia juga dikenakan bebas tarif.
"Pemerintah masih mengupayakan apakah ada komoditas tertentu yang mungkin kita masih mendapatkan penurunan lagi tarif tersebut. Malahan mungkin bisa sampai 0 persen, untuk mineral kritis, kopi, atau komoditas lain yang tidak diproduksi Amerika," ujarnya saat ditemui di Lanud Halim, Jakarta, Jumat (8/8/2025).
Shinta menilai, saat ini masih ada kesempatan untuk Indonesia melakukan negosiasi lanjutan dengan AS terkait penetapan tarif. Dia menyebut, beberapa produk berpotensi mendapatkan diskon tarif, bahkan bebas tarif.
"Jadi itu masih ada upaya untuk mendapatkan penurunan, lebih banyak dari segi tarif. Jadi memang masih berjalan, saat ini yang dikenakan yang jelas adalah barang yang kena MFN (tarif bea masuk), itu 19 persen," tambahnya.
Ketua Bidang Perdagangan Apindo, Anne Patricia Susanto sebelumnya menilai, tarif Trump yang dikenakan untuk Indonesia saat ini lebih kompetitif jika dibandingkan tarif di beberapa negara, seperti Thailand 36 persen, Laos 40 persen, Malaysia 25 persen, atau Vietnam 20 persen.
Meski begitu, Anne tetap mendorong agar kemajuan diplomasi diiringi dengan pembenahan menyeluruh di dalam negeri. Sebab daya saing ekspor tidak hanya bergantung pada tarif semata, sehingga yang perlu diperhatikan juga adalah kepastian dan kemudahan berusaha di dalam negeri, efisiensi biaya logistik dan energi, hingga regulasi dan infrastruktur yang mendukung.
"Sejumlah negara pesaing kita di kawasan saat ini masih dalam proses negosiasi dengan pemerintah AS. Karena itu, kita perlu terus mencermati secara saksama posisi akhir kompetitor kita, yang bisa saja mengubah konstelasi persaingan kawasan dalam waktu dekat," kata Anne.
(Rahmat Fiansyah)