ECONOMICS

AS Dibayangi Ancaman Resesi di 2024, Pengamat: Lebih Berpotensi Stagflasi

Muhammad Farhan 27/05/2024 05:26 WIB

Ekonomi Amerika Serikat (AS) tengah dibayang-bayangi oleh ancaman resesi ekonomi tahun ini.

AS Dibayangi Ancaman Resesi di 2024, Pengamat: Lebih Berpotensi Stagflasi. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Ekonomi Amerika Serikat (AS) tengah dibayang-bayangi oleh ancaman resesi ekonomi tahun ini.  Suku bunga The Fed masih tinggi meski tunggakan kartu kredit masyarakatnya terus meningkat sehingga mengakibatkan pertumbuhan ekonominya masih di bawah konsensus di 1,6% pada kuartal pertama 2024. 

Senior Ekonom dan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fithra Faisal menjelaskan meski kondisi ekonomi diakui mengalami perlambatan, The Fed masih mempertahankan suku bunganya yang diprediksi hingga akhir tahun 2024 ini. Kondisi ini, lanjut Fithra, karena The Fed menilai kapabilitas ekonomi AS masih dalam kondisi terlalu kuat sehingga perlu dinaikkan suku bunganya karena mencegah inflasi yang berkelanjutan. 

"Karena tujuan The Fed itu adalah untuk memperlambat perekonomian AS, karena inflasi ekonomi disana masih terlalu tinggi. Data terakhir inflasi di AS yakni berada di 3,3%, ini masih di atas target The Fed yang menginginkan inflasi di bawah 3% atau sampai 2%. Maka suku bunga The Fed masih tinggi," ujar Fithra kepada MPI, Minggu (26/5/2024). 

Fithra mengungkapkan, situasi tersebut menjadi paradoks jika dipandang sebagai kondisi ancaman resesi bagi AS. Di satu sisi, lanjut Fithra, inflasi AS masih tinggi tetapi di sisi lainnya pertumbuhan ekonomi justru lambat. 

"Tetapi yang terjadi justru kondisi ekonomi AS itu kemungkinan ke arah stagflasi, bukan resesi. Ekonominya melambat tetapi justru inflasinya malah meningkat. Jadi situasinya stagnasi dan inflasi," terang Fithra. 

Situasi resesi ini, Fithra melanjutkan, juga dinilai berpotensi lemah terjadi di AS dikarenakan tingkat pengangguran tergolong rendah. Kondisi tenaga kerja di job market AS terlalu ketat sehingga mencari pekerja cenderung sulit. 

"Oleh karena itu jika dibilang resesi, tidak juga kan. Justru tujuan The Fed itu sekarang ingin meningkatkan angka pengangguran di sana supaya menekan inflasi melalui tingginya suku bunga disana," sambung Fithra. 

Situasi kemungkinan AS masuk resesi yang lemah tersebut, juga diamini oleh Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) sekaligus pengamat ekonomi digital, Nailul Huda. Dia menilai potensi resesi di AS cenderung diragukan karena tingkat permintaan dalam negeri masih cukup baik dan belum adanya stimulus moneter guna mendongkrak investasi. 

"Saya ragu jika AS akan masuk resesi di tahun ini, namun sangat mungkin melambat. Data ekonomi AS pada beberapa bulan terakhir menunjukkan masih baik dan ditandai dengan suku bunga the Fed yang masih tinggi guna meredam inflasi," ujar Huda kepada MPI. 

Sekadar informasi, Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) turun menjadi 1,6% pada kuartal I-2024. Angka pertumbuhan ekonomi AS ini di bawah ekspektasi dan turun dibandingkan kuartal sebelumnya pada 2023.

Sementara inflasi yang mengukur laju kenaikan harga, mengalami peningkatan. Para ahli pun memperkirakan serangkaian penurunan suku bunga di AS. Demikian dilansir dari BBC, Jumat (26/4/2024).

Dikatakan, inflasi belum kembali ke target Federal Reserve sebesar 2%, dan pada hari Kamis, angka dari Departemen Perdagangan AS menunjukkan bahwa inflasi meningkat sebesar 3,4% dalam tiga bulan pertama tahun 2024.

Angka ini melambung tinggi jika dibandingkan dengan peningkatan sebesar 1,8% yang terjadi dalam tiga bulan terakhir tahun 2023.(WHY)

SHARE