ECONOMICS

Asal Usul THR Muncul di Indonesia, Menarik untuk Disimak

Atikah Umiyani/MPI 22/04/2023 12:15 WIB

Di momen perayaan Hari Raya Idul Fitri 1444 H, pembahasan soal Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi hal yang menarik untuk dibahas.

Asal Usul THR Muncul di Indonesia, Menarik untuk Disimak. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Di momen perayaan Hari Raya Idul Fitri 1444 H, pembahasan soal Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi hal yang menarik untuk dibahas. Tapi tahukah kalian? Bahwa tradisi THR rupanya hanya ada di Indonesia.

Bermula hanya diberikan untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), kini semua pegawai dapat menerima THR sesuai dengan aturan dalam undang-undang.

Dalam artikel kali ini akan dibahas soal sejarah THR di Indonesia dari masa ke masa, simak ulasannya berikut ini.

Tak hanya muncul begitu saja, istilah THR di Indonesia ternyata berawal sejak tahun 1950. Mengutip situs Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), kebijakan pemberian THR saat itu diawali oleh era kabinet Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi yang dilantik Presiden Soekarno pada April 1951. 

Singkatnya, kala itu, Seokiman menjadikan THR ini sebagai salah satu program kerja yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan Pamong Pradja atau yang kini kita sebut sebagai PNS dan biasa dilakukan menjelang berakhirnya bulan Ramadan.

Berikut sejarah tradisi pemberian THR dari masa ke masa:

Tahun 1951

Perdana Menteri Soekiman memberikan tunjangan kepada Pamong Pradja (sekarang PNS) berupa uang persekot (pinjaman awal) dengan tujuan agar dapat mendorong kesejahteraan lebih cepat. Uang persekot akan dikembalikan ke negara dalam bentuk pemotongan gaji pada bulan berikutnya.

Tahun 1952

Pada 13 Februari 1952, kaum pekerja/buruh protes karena THR yang hanya diberikan kepada para Pamong Pradja (PNS). Kaum pekerja/buruh protes dan menuntut pemerintah untuk memberikan tunjangan yang sama seperti pekerja Pamong Pradja (PNS).

Tahun 1954

Perjuangan tersebut berbuah hasil, Menteri Perburuhan Indonesia mengeluarkan surat edaran tentang Hadiah Lebaran. Hal ini bertujuan menghimbau setiap perusahaan untuk memberikan "Hadiah Lebaran" untuk para pekerjanya sebesar seperdua-belas dari upah.

Tahun 1961

Surat edaran yang semula bersifat himbauan itu kemudian berubah menjadi peraturan menteri. Peraturan ini mewajibkan perusahaan untuk memberikan "Hadiah Lebaran" kepada pekerja yang minimal telah tiga bulan bekerja.

Tahun 1994

Selanjutnya, Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan peraturan menteri. Peraturan ini mengubah istilah "Hadiah Lebaran" menjadi "Tunjangan Hari Raya" atau THR yang kita kenal sampai sekarang.

Tahun 2016

Aturan pemberian THR direvisi melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016. Kini aturan pemberian THR diberikan kepada pekerja dengan minimal 1 bulan kerja yang dihitung secara proporsional. 

Nah, saat ini aturan pemberian THR merujuk pada Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa THR Keagamaan adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan.

Melansir dari laman resmi Kemnaker, THR Keagamaan dibayarkan sesuai hari raya keagamaan pekerja/buruh, kecuali ditentukan lain dalam aturan perusahaan. THR Keagamaan wajib diberikan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.

Dalam aturan itu juga dijelaskan mengenai siapa saja yang berhak mendapatkan THR adalah sebaia berikut:

1. Pekerja/buruh yang memiliki hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih.

2. Pekerja/buruh PKWTT yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) terhitung H-30 hari sebelum hari raya keagamaan.

3. Pekerja/buruh yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut.

Lantas berapa besaran THR Keagamaan?

Merujuk pada aturan tersebut berikut rinciannya:

1. Satu bulan upah. Bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih 

2. Proporsional. Bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan.

3. Perhitungan upah sebulan. Pemberian upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages), atau pemberian upah pokok termasuk tunjangan tetap.

4. Sesuai ketetapan perusahaan. Jika THR yang ditetapkan perusahaan besarannya lebih tinggi dibanding besaran THR yang diatur pemerintah.

Nah, demikian ulasan mengenai sejarah dan aturan pemberian THR Lebaran di Indonesia serta siapa saja yang berhak mendapatkannya.

(YNA)

SHARE