ECONOMICS

Asosiasi Sebut Kebijakan Cukai Plastik dan MBDK Kontraproduktif, Ini Alasannya

Suparjo Ramalan 04/12/2023 14:37 WIB

Ketentuan tersebut melemahkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Asosiasi Sebut Kebijakan Cukai Plastik dan MBDK Kontraproduktif, Ini Alasannya (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2023 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2024 dinilai kontraproduktif.

Pasalnya, ketentuan tersebut melemahkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. 

Melalui Perpres Nomor 76 Tahun 2023, pemerintah menargetkan pendapatan dari cukai plastik sebesar Rp1,85 triliun dan cukai minuman bergula dalam kemasan (MBDK) senilai Rp4,39 triliun. Dengan demikian, penerimaan negara dibidik pemerintah dari cukai plastik dan MBDK pada 2024 mencapai Rp6,24 triliun. 

Sementara itu, dengan revisi Permendag Nomor 25 Tahun 2022, otoritas melindungi industri dan UMKM dalam negeri dari gempuran produk impor, khususnya yang dijual melalui platform e-commerce dengan harga di bawah pasaran.

Langkah yang diambil pemerintah di antaranya dengan memperketat arus masuk barang impor dan merombak sejumlah aturan terkait tata niaga impor di dalam negeri.

Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono menyebut, diterbitkannya Perpres Nomor 76 Tahun 2023 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru melemahkan posisi Permendag Nomor 25 Tahun 2022. 

Dia beralasan bahwa revisi Permendag bertujuan melindungi dan memperkuat industri di dalam negeri dari gempuran produk impor sejumlah negara. 

Sebaliknya, Perpres hanya melemahkan dan menekan industri dan UMKM di Tanah Air, lantaran cukai plastik dan MBDK naik dua kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya. 

“Ini Permendag akan direvisi untuk melindungi industri plastik di dalam negeri dengan menerapkan beberapa aturan main, sehingga industri dalam negeri bisa terlindungi, ini kontraproduksi dengan upaya kementerian lain yang mempertahankan utilitas industri dalam negeri,” ujar Fajar saat Market Review IDX Channel, Senin (4/12/2023).

Fajar memandang Perpres hanya memberatkan pelaku industri di dalam negeri, terutama Inaplas. Pasalnya, hal ini tidak hanya menyasar plastik sekali pakai, namun juga produk serupa yang juga menjadi lini bisnis industri.

Bahkan, dia meyakini dampak dari aturan baru yang dimaksud juga akan dirasakan para UMKM. Lantaran adanya kenaikan harga jual. Saat ini plastik dan produk serupa masih menjadi kebutuhan sejumlah UMKM.

Perkara ini kemudian menekan daya beli UMKM, yang akhirnya berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan makro ekonomi nasional. Untuk diketahui, UMKM menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

“Nah, ini kalau UMKM lemah, daya belinya turun ini akan, dampaknya lebih besar lagi, terutama daya beli akan kurang, inflasi akan naik. Jadi kami sangat tidak setuju dengan adanya cukai plastik,” paparnya. 

Dengan melemahnya industri plastik di dalam negeri, lanjut Fajar, membuka peluang bagi produk asing serupa masuk secara masif ke dalam padar Tanah Air. “Pasti nanti barang impornya naik lebih banyak,” ungkap dia. 

(DES)

SHARE