Atasi Bahaya Inflasi, Bank Sentral China Tak Akan Keluarkan Stimulus
Bank Rakyat China (PBOC) mengeluarkan peringatan soal tingkat inflasi pada Juli 2022 sebesar 2,7 persen.
IDXChannel - Bank Rakyat China (PBOC) mengeluarkan peringatan soal tingkat inflasi pada Juli 2022 sebesar 2,7 persen. Meski begitu, bank sentral ini tidak memberikan isyarat apapun terkait kebijakan moneter mereka.
Pada laporan yang dirilis pada Rabu (10/8/2022) kemarin, PBOC menyatakan akan menjaga perekonomian dari ancaman inflasi. Mereka juga tidak akan memberikan stimulus besar-besaran dan menghindari pencetakan uang yang berlebihan demi memacu pertumbuhan.
“Tekanan inflasi struktural dapat meningkat dalam jangka pendek, dan tekanan inflasi impor tetap ada, kita tidak bisa menurunkan penjaga kita dengan mudah,” ungkap PBOC seperti yang dikutip melalui Bloomberg pada Kamis (11/8/2022).
Menurut data laporan PBOC, inflasi meningkat menjadi 2,7 persen didorong oleh harga pangan karena biaya daging babi yang melonjak. Permintaan konsumen pun melemah, sehingga menahan tekanan harga secara keseluruhan.
Bank sentral sempat mengatakan inflasi akan melonjak lebih dari 3% dalam beberapa bulan ke depan. Meski begitu, China kemungkinan akan mencapai target inflasinya sekitar 3% dalam satu tahun penuh, ditopang oleh pasokan biji-bijian dan energi, serta kebijakan moneter yang bijaksana.
Para ekonom menilai, peringatan PBOC terhadap inflasi ini tidak menandakan adanya pengetatan kebijakan moneter, sehingga masih ada sedikit pelonggaran dalam beberapa bulan mendatang.
Goldman Sachs Group Inc mengatakan laporan tekanan inflasi tersebut bersifat jangka pendek, menjadi penanda bahwa PBOC masih akan melanjutkan kebijakan moneter yang low-profile dan akomodatif.
Para ekonom dari Goldman Sachs Group Inc juga meyakini, PBOC mungkin juga akan mempertahankan rasio persyaratan cadangan secara keseluruhan dan kebijakan suku bunga tidak akan berubah.
Dikatakannya juga, bank sentral malah lebih menargetkan program relending, atau mengandalkan kebijakan bank untuk meningkatkan pinjaman dan mendukung pertumbuhan kredit.
Janji PBOC untuk tidak mencetak uang secara berlebihan menunjukkan bahwa saat ini pasokan likuiditas sudah cukup, mengurangi kebutuhan RRR atau penurunan suku bunga untuk sisa tahun ini, berikut yang disampaikan Qin Tai sebagai Kepala Analis Makro di Shenwan Hongyuan Group Co, melalui Blooomberg Kamis (11/8/2022).
Kendati demikian, China tetap akan menghadapi tantangan dalam pelonggaran kebijakan moneternya, terutama dengan adanya kenaikan harga daging babi, dan ketergantungan China pada impor gas dan minyak. Selain itu, kenaikkan suku bunga di AS dan negara lain juga akan semakin memperumit pelonggaran kebijakan.
Berkaca dari lonjakan inflasi di AS, PBOC mengatakan kebijakan suku bunga yang tidak berubah justru telah membantu menjaga keseimbangan internal dan eksternal di tengah kondisi kenaikan suku bunga oleh bank sentral global.
Sedangkan menurut seorang analis GF Securities dikutip dari Bloomberg, pertumbuhan kredit mungkin tidak akan mengalami rebound yang kuat seperti pada tahun 2020. PBOC berulang kali menyebut tentang peningkatan pendanaan bank untuk kebijakan infrastruktur yang berarti akan menjadi pendorong pertumbuhan kredit.
PBOC secara khusus menyoroti usaha perbaikan struktur pinjaman beberapa tahun terakhir, dengan porsi pinjaman untuk usaha kecil meningkat sedangkan pinjaman properti menurun.
Bank sentral mewajarkan adanya pertumbuhan kredit secara moderat, sebab ekonomi sedang melalui masa transisi di mana urbanisasi dan sektor properti melambat, sedangkan sektor-sektor baru seperti investasi hijau mulai meningkat, mendukung perekonomian. (TYO/RIBKA)