ECONOMICS

Bahayakan Keselamatan di Jalan, Sanksi Penggunaan Truk ODOL Perlu Dipertegas

Michelle Natalia 22/08/2021 15:03 WIB

Di banyak negara, upaya menekan kendaraan barang over dimension and over load (ODOL) tidak hanya penyempurnaan sistem dan teknologi.

Bahayakan Keselamatan di Jalan, Sanksi Penggunaan Truk ODOL Perlu Dipertegas

IDXChannel - Di banyak negara, upaya menekan kendaraan barang over dimension and over load (ODOL) tidak hanya penyempurnaan sistem dan teknologi. Namun juga diiringi dengan penegakan hukum dengan sanksi pidana maupun denda yang cukup tinggi. 

Hal itu dikatakan oleh Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno bahwa di Indonesia hampir 90% lebih pengusaha besar pemilik barang berkontrak dengan pengusaha pengangkut barang yang memiliki armada berdimensi lebih (over dimension). 

"Sudah barang tentu semua armada truk yang berdimensi lebih tidak memiliki surat uji berkala (kir) resmi," ujar Djoko dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (22/8/2021).

Dia menyebutkan, sudah ada unsur kesengajaan antara pemilik barang dan pemilik kendaraan melakukan pelanggaran muatan lebih (overload) menggunakan kendaraan berdimensi lebih. Dari hasil uji coba pemasangan weigh in motion (WIM) di jalan tol menyimpulkan jika truk ODOL kecepatannya rendah. 

"Secara legalitas kecepatan di ruas tol antara 60-100 km per jam. Akan tetapi kenyataannya kecepatan di bawah itu tidak pernah ada tindakan hukum, meskipun data dari speed camera sudah bisa membuktikan sampai dengan plat tanda nomor kendaraan bermotornya," terang Djoko.

Di sisi lain, belum memadainya moda dalam pergerakan barang. Untuk menekan biaya logistik, banyak pelaku bisnis yang melebihkan muatan pada kendaraannya. Tindakan yang dianggap menguntungkan pelaku bisnis dalam jangka pendek ternyata berdampak buruk bagi pihak lain, yaitu pengguna jalan lain dan pemerintah sebagai pengelola jalan. 

"Tidak hanya berdampak pada tingkat kerusakan jalan, akan tetapi juga berpengaruh pada kelancaran lalu lintas, keselamatan dan tingkat kecelakaan lalu lintas yang semakin bertambah. Kementerian PUPR (2017) menyebutkan Rp 47 triliun biaya perawatan jalan nasional," ungkapnya.

Dia mengatakan, pelanggar ODOL berdampak terhadap rusaknya infrastruktur jalan dan jembatan serta fasilitas pelabuhan penyeberangan, sehingga kinerja keselamatan dan kelancaran lalu lintas menurun, biaya operasi kendaraan meningkat dan pada akhirnya akan berdampak terhadap kelancaran distribusi logistik nasional. 

"Sudah banyak korban di jalan tol akibat tabrak belakang karena adanya perbedaan kecepatan dengan kendaraan pribadi atau bus. Saat ini angkutan barang menggunakan jalan masih menjadi primadona kegiatan logistik dengan porsi mencapai 90,4%," jelas Djoko.

Menurutnya, kapasitas, lokasi dan teknologi yang digunakan pada fasilitas penimbangan kendaraan barang (jembatan timbang) kurang mengikuti perkembangan teknologi terkini. Dengan sistem seperti sekarang, masih membuka peluang untuk melakukan kecurangan dalam pengoperasian jembatan timbang. 

"Walaupun sekarang ini tidak sebesar di masa operasional jembatan timbang ketika masih dikelola pemda. Belum lagi masih kerap terjadi desakan atau permintaan oknum aparat (kemungkinan menjadi pelindung perusahaan pemilik barang atau pengusaha pengusaha angkutan) terhadap petugas jembatan timbang ketika menemukan pelanggaran pada truk yang melanggar. Entah pelanggaran kelebihan muatan, kelebihan dimensi atau keduanya," tukasnya. (NDA)

SHARE