Balada Proyek Kereta Cepat, Sempat Ditentang Jonan hingga Akhirnya Dijamin APBN
Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung Ekspres (KCJB) akan diresmikan pada 1 Oktober 2023 mendatang
IDXChannel - Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung Ekspres (KCJB) akan diresmikan pada 1 Oktober 2023 mendatang.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Risal Wasal. Seremoni peresmian kereta cepat tersebut akan langsung dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebelum beroperasi, kereta berkecepatan tinggi tersebut melanjutkan proses pengujian dan sertifikasi sarana dan prasarana.
Menyambut peresmian kereta cepat pertama di Asia Tenggara itu, KCJB berubah nama menjadi "Whoosh".
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Tim Panel Sayembara Desain Identitas Jenama Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung, Triawan Munaf.
Triawan mengatakan nama Whoosh sesuai menggambarkan dari kecepatan kereta cepat tersebut. Dia mengatakan nama Whoosh juga dalam bahasa Inggris diartikan suara mendesing.
Lebih lanjut, Triawan menjelaskan Whoosh merupakan kepanjangan dari Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Handal. "Ini semua lengkap dalam singkatan ini, waktu hemat Operasi Optimal Sistem Handal. Jadinya Whoosh, Whoosh," katanya.
Meski akan diresmikan dan beroperasi, sejumlah polemik kini membayangi salah satu proyek kebanggaan nasional ini.
Hujan Kritik
Berdiri pada Oktober 2015, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Badan Usaha Milik Negara Indonesia (BUMN) melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian China melalui Beijing Yawan HSR Co.Ltd, dengan skema business to business (B2B).
Kehadiran proyek kereta cepat memicu sejumlah kritik dari banyak petinggi. Termasuk di antaranya mantan Menteri Perhubungan periode 2014-2016, Ignasius Jonan.
Melansir Kompas.com, saat menjabat sebagai Menteri Perhubungan 2014-2016, Jonan, beberapa kali mengungkapkan keberatannya soal keberadaan proyek KCJB.
Jonan bahkan sempat menolak menerbitkan izin trase pembangunan kereta cepat karena dinilai masih ada beberapa regulasi yang belum dipenuhi, terutama terkait masa konsesi.
Jonan kala itu juga diketahui tidak hadir saat acara groundbreaking proyek pembangunan KCJB di Walini.
Padahal acara peletakan batu pertama pada Januari 2016 tersebut dihadiri langsung oleh presiden Jokowi.
Menurut Jonan, kecepatan kereta cepat tidak akan maksimal pada rute Jakarta-Bandung. Menurutnya, secara teknis, kereta cepat yang memiliki kecepatan di atas 300 kilometer per jam tidak cocok untuk rute pendek seperti Jakarta-Bandung yang hanya kisaran 150 kilometer.
Terkait dengan keputusan pemerintah atas proposal Jepang dan China, Jonan kemudian menyerahkannya kepada BUMN dan investor secara komersial alias B2B.
"Saya kira publik tidak pernah memahami UU No 23/2007 tentang Perkeretaapian dan peraturan menteri yang mengikutinya. Kalau mereka tahu, mereka akan mengerti saya hanya menjalankan undang-undang. Mereka sebagai pengusaha tentu akan minta kemudahan sebanyak-banyaknya. Kementerian BUMN tentu minta sebanyak-banyaknya, kita yang harus mengaturnya," kata Jonan saat itu.
Proyek ini juga ditentang keras oleh Ekonom Senior Faisal Basri. Faisal menyebut KCJB tidak layak secara bisnis sehingga dipastikan sulit balik modal.
Bahkan, Faisal Basri menggunakan analogi sampai kiamat pun proyek tersebut tidak akan bisa menutup investasi yang sudah keluar.
Faisal juga menyoroti pembengkakan anggaran, dari awalnya USD6,07 miliar, namun di tengah jalan melonjak menjadi USD7,5 miliar, setara Rp 115,31 miliar (asumsi kurs Rp 15.375 per USD.
Padahal, proposal Jepang kala itu menyebutkan anggaran yang sesuai untuk KCJB adalah USD6,2 miliar.
“Dengan investasi sebesar itu, rasanya sulit untuk balik modal meski tiketnya seharga Rp 400.000 sekali jalan. Diperkirakan sampai kiamat pun tidak balik modal,” kata Faisal beberapa waktu lalu.
Faisal juga membenarkan, saat rapat kordinasi awal proyek itu, banyak menteri yang menolak. Bahkan, konsultan independen yang disewa pemerintah, Boston Consulting Group (BCG) juga disebut menolak.
“Boston Consulting Group ini dibayar Bappenas bekerja untuk 2 minggu senilai USD150 ribu menolak 2 proposal, salah satunya KCJB,” ujar Faisal.
Menurut Faisal, Menteri BUMN kala itu, Rini Soemarno yang berjuang dan akhirnya proposal proyek itu lolos.
Dengan catatan, dikerjakan oleh BUMN dan swasta serta tidak menggunakan uang negara sama sekali. Janji tanpa duit APBN itu sendiri saat ini sudah diralat Presiden Jokowi.
Ini terlihat dari keterlibatan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) dalam proyek KCJB yang membuat emiten konstruksi pelat merah ini meraih penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp6 triliun pada tahun depan.
Dijamin APBN
Pada Selasa (20/9/2023), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
PMK ini merupakan respons adanya kenaikan dan perubahan biaya (cost overrun) dari proyek ini.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah sudah biasa memberikan penjaminan terhadap proyek infrastruktur, mulai dari proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik batu bara PT PLN (Persero) 10.000 tahap 1 dan 2 hingga proyek LRT Jabodebek.
Menurutnya, selama ini pemberian penjaminan pemerintah tidak pernah menjadi masalah. Ini karena pemerintah mengedepankan tata kelola dan manajemen risiko agar kas negara tidak terbebani.
Lebih lanjut Yustinus menjelaskan, penjaminan pemerintah terkait overrun cost KCJB diberikan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) selaku ketua konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).
Pemberian penjaminan pemerintah dilakukan agar KAI dapat meningkatkan reputasinya ketika mengajukan pinjaman penangangan overrun cost ke kreditur.
"Yang meminjam PT KAI ke kreditur, bukan pemerintah, apalagi seolah APBN langsung digunakan," ujar Yustinus. (ADF)