Bangun Ekosistem Vaksin, Bio Farma Perkuat Kolaborasi dengan 17 Negara
Bio Farma memperkuat kolaborasi dengan beberapa negara untuk membangun ekosistem vaksin.
IDXChannel - PT Bio Farma (Persero) memperkuat kolaborasi dengan beberapa negara untuk membangun ekosistem vaksin.
Hal ini tertuang dalam forum Developing Countries Vaccine Manufacturers Network (DCVMN) Annual General Meeting (AGM).
Forum ini mempertemukan lebih dari 420 peserta dari 46 produsen vaksin di 17 negara berkembang bersama lembaga multilateral seperti WHO, UNICEF, GAVI, CEPI, PATH, CHAI, Gates Foundation, serta para mitra filantropi, regulator, akademisi, dan industri kesehatan global.
"Forum ini membahas strategi untuk memperkuat kapasitas produksi vaksin, mempercepat alih teknologi, dan memperluas akses vaksin yang aman, bermutu, dan terjangkau bagi semua," kata Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, Kamis (30/10/2024).
Dia menambahkan, DCVMN ini berperan dalam memperkuat ekosistem vaksin global terutama di masa pandemi.
Menurutnya, negara berkembang memiliki potensi besar sekaligus menjadi kunci masa depan industri vaksin global.
Dengan memperkuat manufaktur di kawasan ini, produsen tidak hanya menciptakan kedekatan dengan pasar, tetapi juga memperkuat rantai pasokan dan menciptakan nilai jangka panjang yang berkelanjutan.
“Berkat dedikasi para anggotanya, DCVMN mendefinisikan ulang seperti apa manufaktur vaksin global dengan memperluas kapasitas, mengadopsi teknologi baru, dan menjalin kemitraan,” kata dia.
Sebagai salah satu pemasok vaksin terbesar di dunia, Bio Farma telah menyalurkan produk vaksinnya ke lebih dari 150 negara dengan 12 produk yang telah memperoleh pra-kualifikasi WHO (WHO PQ).
Vaksin Bio Farma digunakan secara luas oleh UNICEF untuk program imunisasi global, termasuk vaksin polio yang menjadi salah satu pilar utama upaya eradikasi dunia.
Direktur Utama Bio Farma, Shadiq Akasya mengatakan, Bio Farma juga memanfaatkan forum ini untuk memperkuat jejaring global dan mencari solusi yang mendukung kemandirian vaksin di negara berkembang.
“Momentum DCVMN AGM ini kami gunakan untuk membangun inovasi dan kolaborasi, agar negara berkembang juga dapat berkontribusi secara luas dalam membangun resilient vaccine ecosystem,” katanya..
Dia menambahkan, kolaborasi lintas negara dan lembaga global ini penting untuk memastikan keberlanjutan industri vaksin sekaligus melindungi kesehatan masyarakat dunia.
"Kita memerlukan pendekatan collaborative problem-solving bersama WHO, Gavi, UNICEF, CEPI, dan mitra donor lainnya untuk menemukan solusi yang seimbang antara perlindungan kesehatan publik dan keberlanjutan industri,” kata Shadiq.
Dia juga menyoroti tantangan yang dihadapi produsen vaksin negara berkembang, mulai dari proses WHO Prequalification yang semakin ketat hingga penurunan pendanaan donor yang mempersempit potensi pasar global.
Menurutnya, kondisi ini menuntut adanya shared responsibility model di mana risiko, biaya, dan tanggung jawab dibagi secara adil antar mitra global.
“Kita harus bergerak maju dengan model tanggung jawab bersama yang memastikan setiap pihak berperan dalam menjaga keberlanjutan sistem kesehatan global,” katanya.
Sementara itu, CEO DCVMN, Rajinder Suri menekankan pentingnya jejaring ini dalam menghadapi tantangan masa depan
.
”Kami akan terus meningkatkan kemampuan dan bersiap mendukung organisasi seperti CEPI, dan WHO untuk menghadapi tantangan kesehatan global yang akan datang. Tentu saja kita tidak tidak boleh melupakan apa yang telah kita alami, yaitu pandemi," kata Suri.
"Inovasi berada di inti DCVMN, oleh karena itu kami mendorong informasi, memanfaatkan kecerdasan buatan dan transformasi digital akan menjadi area fokus utama dalam konferensi ini. Kita semua menyadari bahwa teknologi baru dan mekanisme keuangan inovatif yang akan mendukung kia kedepan” kata dia.
(Nur Ichsan Yuniarto)