ECONOMICS

Banjir Penolakan Impor KRL Bekas Jepang, Luhut: Masih Lihat Masukan Pihak Lain

Heri Purnomo 10/04/2023 13:14 WIB

Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini terus menerima berbagai masukan terkait impor KRL bekas dari Jepang yang direncanakan oleh KCI.

Banjir Penolakan Impor KRL Bekas Jepang, Luhut: Masih Lihat Masukan Pihak Lain. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini terus menerima berbagai masukan terkait impor KRL bekas dari Jepang yang direncanakan oleh Kereta Commuter Indonesia (KCI). 

Akan tetapi untuk saat ini pihaknya masih mengacu kepada hasil review yang sudah dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyatakan tidak merekomendasikan untuk melakukan impor KRL. 

"Kita hanya lihat dari audit saja, nanti kalo ada pertimbangan lain dari hasil audit ini kita lihat," kata Luhut usai konferensi pers update Kerja Sama Indonesia-Tiongkok," Senin (10/4/2023). 

Ditempat yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto mengatakan bahwa akan ada rapat lanjutan terkait dengan pengkajian permasalahan impor KRL secara konferensif. 

Menurutnya, opsi impor tidak menghasilkan adanya kenaikan kapasitas, melainkan hanya mengganti rangkaian KRL yang sudah tua. 

"Sementara yang kita butuhkan ya kapasitas nya itu harus bisa naik. Saya kira itu juga yang dikerjakan oleh teman-teman Kementerian BUMN, dan ini pasti akan ada rapat lanjutan," katanya. 

Ketika ditanya terkait apakah masih ada opsi pemerintah untuk melakukan impor KRL bekas dari Jepang. Seto hanya mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya masih mengacu terhadap hasil review dari BPKP.

"So far ya kita melihat review dari BPKP itu yang kita jadikan pegangan misalkan ada masukan ada input kita lihat," katanya. 

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) tidak merekomendasikan opsi impor kereta rel listrik (KRL) bukan baru atau bekas dari Jepang sebagaimana permintaan PT KCI.

“Saat ini tidak direkomendasikan untuk melakukan impor ini,” kata Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis (6/4/2023).

Keputusan tersebut berdasarkan hasil audit impor kereta rel listrik (KRL) bekas Jepang oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

Seto menjelaskan bahwa terdapat ada 4 hal yang menjadi kesimpulan dari hasil review yang dilakukan oleh BPKP. Pertama yakni rencana impor KRL bekas dari Jepang tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional. 

Hal itu sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No.175 tahun 2015 tentang standar spesifikasi teknis kereta kecepatan normal dengan penggerak sendiri termasuk KRL harus spesifikasi teknis salah satunya adalah mengutamakan produk dalam negeri. 

Dia juga menjelaskan bahwa Kementerian Perdagangan telah menanggapi terkait dengan impor KRL dalam keadaan tidak baru yang menyatakan bahwa permohonan dispensasi ini tidak dapat dipertimbangkan karena  fokus Pemerintah adalah pada peningkatan produksi dalam negeri dan substitusi impor melalui P3DN.

Kedua, KRL bukan baru yang akan diimpor dari Jepang tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai PP 29 tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur kebijakan dan Pengaturan Impor. 

"Dalam PP tersebut menyatakan bahwa barang modal bukan  baru yang belum dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri dalam rangka proses produksi industri untuk tujuan pegembangan ekspor, peningkatan daya saing, efisiensi usaha, pembangunan infrastruktur, dan/atau diekspor kembali," katanya. 

Seto juga menjelaskan bahwa dalam review tersebut BPKP menjelaskan beberapa alasan teknik terkait dengan alasan impor yang diajukan oleh PT KCI ini kurang tepat. Hal tersebut karena karena ada beberapa unit sarana yang bisa dioptimalkan untuk penggunaannya. 

Keempat yakni hasil BPKP menyatakan jumlah KRL yang beroperasi saat ini adalah 1.114 unit, tidak termasuk 48 unit yang diberhentikan dan 63 yang dikonservasi sementara. 

"Overload memang terjadi pada jam-jam sibuk. Namun secara keseluruhan untuk okupansi 2023 itu adalah 62,75 persen, 2024 diperkirakan masih 79 persen dan 2025 sebanyak 83 persen," katanya. 

"BPKP juga membandingkan pada 2019, jumlah armada yang siap guna sebanyak 1.078 unit yang mampu melayani 336,3 juta penumpang. Sedangkan di 2023 ini dengan jumlah penumpang diperkirakan 273,6 juta penumpang dengan jumlah armada 1.114 unit. Jadi 2023 jumlah armada lebih banyak tapi estimasi penumpangnya tetap jauh lebih sedikit dari 2019," tambahnya. 

(SLF)

SHARE