ECONOMICS

Beda Pernyataan Dedi Mulyadi dan Menkeu Purbaya Soal Dana Mengendap

Tim IDXChannel 23/10/2025 17:45 WIB

Pemicunya yakni pernyataan Purbaya yang menyebut adanya dana yang mengendap di perbankan.

Beda Pernyataan Dedi Mulyadi dan Menkeu Purbaya Soal Dana Mengendap

IDXChannel - Adu argumen terjadi antara Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dengan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi.

Pemicunya yakni pernyataan Purbaya yang menyebut adanya dana yang mengendap di perbankan.

Dari data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang bersumber dari Bank Indonesia (BI) ada lima daerah yang mempunyai simpanan tertinggi di perbankan. Provinsi DKI Jakarta Rp14,68 triliun; Provinsi Jawa Timur Rp6,84 triliun.

Kemudian Kota Banjarbaru Rp5,17 triliun; Provinsi Kalimantan Utara Rp4,7 triliun dan Provinsi Jawa Barat Rp4,17 triliun. 

Pernyataan Purbaya terlontar saat dirinya rapat pengendalian inflasi, Senin (20/10/2025).

Saat itu, Purbaya menyoroti rendahnya realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sejumlah daerah. Alhasil, dana besar mengendap di bank karena pemerintah daerah belum maksimal membelanjakan anggaran. Hal ini otomatis tidak berdampak nyata ke masyarakat.

Menanggapi hal itu, Dedi menyambangi Kemendagri dan memastikan data kas daerah yang disimpan dalam bank pembangunan daerah (BPD) sama berjumlah Rp2,6 triliun. 

Namun, dirinya penasaran untuk mengecek soal pernyataan dana mengendap senilai Rp4,17 triliun ke BI pada Rabu (22/10/2025) usai menyambangi Kemendagri.

"Kalau pertemuan dengan Kemendagri, data di Kemendagri dengan data dari Pemprov sama bahwa terhitung pada tanggal 17 Oktober 2025 itu angkanya sekitar Rp2,6 triliun nanti dicek lagi datanya ada di sistem," kata Dedi.

"Itu sama tidak ada perbedaan kan Kemendagri mengambil data dari laporan keuangan di Badan Pengelola Keuangan Daerah kita sistemnya sudah online tidak ada perbedaan," lanjut dia.

Dia menegaskan jika APBD ini kan fluktuatif. Dia mencontohkan pada tanggal 3 hingga 8 September, nanti Oktober dibayarkan lagi untuk gaji pegawai dan bayar kegiatan pemerintah, kontrak kerja, 

"Jadi tidak ada yang disebut uang disimpan atau diendapkan. Kita cek dulu kan sumbernya dari BI, kita mau tanya ke BI uang Rp4,1 itu kapan ada uang itu? Karena di kas kami enggak ada gitu kan," kata dia.

"Persepsi publik terbangun seolah olah daerah di tengah kebutuhan publik kegiatan pembangunan menyimpan uangnya dalam bentuk deposito di Bank masing-masing bahkan di luar bank pemerintah," kata Dedi.

Dedi menjelaskan bahwa uang Rp2,6 triliun bisa dibelanjakan setiap waktu. Dia mencontohkan bahwa kebutuhan anggaran Pemprov Jawa Barat hingga akhir Desember 2025 mencapai Rp10,5 triliun sehingga masih ada kekurangan sebesar Rp8 triliun.

Bukan Deposito

Dedi kemudian meluruskan dana sebesar Rp4,1 triliun milik Pemprov Jabar yang disebut mengendap oleh Menkeu Purbaya. Menurutnya dana itu bisa jadi sudah berputar.

Hal ini dia jelaskan setelah mengecek langsung data tersebut ke BI. Dedi Mulyadi menyatakan bahwa dana Rp4,1 triliun itu merupakan data 30 September 2025.

"Adapun, data yang dari BI itu adalah data pelaporan keuangan per 30 September," kata Dedi Mulyadi, Rabu (22/10/2025).

Berdasarkan data Bank Indonesia per 30 September, dana milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat berjumlah Rp3,8 triliun, sisanya merupakan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Dari data itu juga, Dedi kembali menegaskan bahwa dana itu disimpan dalam bentuk giro sebagai kas daerah bukan simpanan atau deposito.

Lebih lanjut, Dedi lantas menjelaskan bahwa dana kas daerah itu kini nilainya Rp2,6 triliun. Jumlah nilai uang itu juga berkurang lantaran kas daerah digunakan sehari-hari untuk kepentingan Pemerintah Provinsi Jawa Barat 

Mantan Bupati Purwakarta itu menegaskan bahwa Rp2,6 triliun yang tersisa per 17 Oktober 2025 ini bukan semata-mata berkurang dari dana awal Rp4,1 triliun di tanggal 30 September 2025.

"Yang uang Rp2,6 triliun itu belum tentu uang yang Rp3,8 triliun, ini kan uang-uang baru yang masuk lagi per hari. Yang Rp3,8 triliun sudah dibayarkan lagi. Kan uangnya berputar gini, ada yang masuk, ada yang keluar, ada masuk, ada keluar," kata dia.

Dengan demikian, dia kembali menegaskan bahwa tidak ada dana mengendap yang justru dijadikan simpanan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Menurutnya, dana itu terlihat mengendap lantaran laporan Bank Indonesia hanya mencatat per bulan.

"BI itu hanya mengambil data-data dari bank kemudian dicatatkan dan dilaporkan setiap akhir bulan. Itu persoalannya," kata Dedi.

"Jadi kalau kemudian menjadi persepsi publik bahwa ada dana pemerintah yang disimpan sengaja kemudian dalam bentuk deposito diambil bunganya menjadi sangat bertentangan," kata Dedi.

Purbaya Minta Dedi Cek Ulang

Menkeu Purbaya menanggapi pernyataan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang membantah adanya dana kas Pemprov Jawa Barat yang disimpan dalam bentuk deposito di bank.

Purbaya menyarankan agar Pemprov Jabar melakukan pengecekan langsung terhadap datanya sendiri.

“Saya bukan pegawai pemerintah Jabar. Kalau mau dia periksa, periksa aja sendiri,” kata Purbaya.

Purbaya menjelaskan, informasi mengenai dana pemerintah daerah yang tersimpan di bank bersumber dari sistem monitoring milik Bank Indonesia yang diperoleh dari laporan perbankan secara berkala.

“Itu data dari sistem monitoring BI yang dilaporkan oleh perbankan setiap, setiap hari kali ya, setiap beberapa minggu sekali. Itu seperti itu datanya," kata Purbaya.

"Dan di situ ada flag, ada contohnya kan ini data punya siapa, punya siapa, punya siapa. Punya pemda, jenisnya apa, deposito, giro, dan lain-lain. Jadi jangan Pak Dedi nyuruh saya kerja,” kata Purbaya.

Tantang Kembalikan TKD Rp2,4 Triliun

Dedi Mulyadi menantang Menkeu Purbaya mengembalikan dana transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp2,4 triliun yang dipangkas.

"Kalau nanti bulan Desember ternyata Provinsi Jawa Barat belanjanya baik, belanja pembangunannya paling tinggi di Indonesia, saya mau nagih sama Pak Menteri Keuangan 'TKD Jawa Barat Kembalikan dong, yang Rp2,45 miliar," kata Dedi 

Dedi mengatakan bahwa kebijakan itu dilakukan lantaran Purbaya mengkritisi serapan Pemerintah Daerah yang kecil meskipun TKD yang diberikan berjumlah besar. Padahal, tegas Dedi, Provinsi Jawa Barat memiliki nilai serapan tertinggi.

"Karena kami sudah belanja dengan baik maka pemerintah yang belanja dengan baik harus dikasih hadiah dengan dikembalikan haknya, yaitu Rp2,458 (TKD dipotong) harus kembali lagi ke Kas Provinsi Jawa Barat," kata Dedi.

Bukan Urusan Menkeu

Sementara itu, Purbaya menegaskan jika dirinya enggan duduk bersama pemerintah daerah terkait polemik perbedaan data dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mengendap di perbankan.

Menurutnya, persoalan tersebut bukan menjadi kewenangannya secara langsung, melainkan merupakan ranah Bank Indonesia sebagai pihak yang mengumpulkan data perbankan.

"Nggak (tidak ada rencana duduk bareng), bukan urusan saya itu. Biar aja BI yang ngumpulin data, saya cuma pake data bank sentral aja," kata Purbaya, Kamis (23/10/2025).

Purbaya menegaskan, dirinya hanya menggunakan data resmi yang bersumber dari Bank Indonesia. Dia juga belum berencana untuk bertemu dengan kepala daerah yang membantah adanya dana Pemda mereka yang mengendap di bank.

“Tanya saja ke BI, itu kan data dari bank-bank mereka juga. Mereka nggak mungkin monitor semua akun satu per satu,” tambahnya.

Lebih lanjut, Purbaya mengungkapkan adanya beberapa kepala daerah yang berdalih bahwa dana mereka tidak ditempatkan dalam bentuk deposito, melainkan di rekening giro atau checking account. Namun menurutnya, langkah tersebut justru tidak menguntungkan.

“Ada yang ngaku katanya uangnya bukan di deposit, tapi di checking account. Checking account apa? Giro. Malah lebih rugi lagi. Bunganya lebih rendah kan? Kenapa di checking? Ada yang di giro kalau gitu,” kata Purbaya.

(Nur Ichsan Yuniarto)

SHARE