Belanda Meminta Maaf atas Penjajahan dan Perbudakan di Indonesia
Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte menyatakan permohonan maaf atas nama negaranya, karena penjajahan dan perbudakan yang dilakukannya pada masa lalu.
IDXChannel - Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte menyatakan permohonan maaf atas nama negaranya, karena penjajahan dan perbudakan yang dilakukannya pada masa lalu.
"Hari ini saya minta maaf, selama berabad-abad negara Belanda dan perwakilannya telah mengaktifkan dan merangsang perbudakan dan mendapat untung darinya" kata Rutte dalam pidato yang disiarkan secara nasional di Arsip Nasional Belanda.
Dilansir dari Reuters, Rabu (21/12/2022) penyataan maaf tersebut dilakukan setelah adanya pertimbangan kebijakan yang melibatkan masa lalu Negara Belanda, seperti upaya untuk mengembalikan karya seni yang telah dijarah dan perjuangannya melawan rasisme saat ini.
"Benar bahwa tidak seorang pun yang hidup hari ini menanggung kesalahan pribadi atas perbudakan (namun) negara Belanda memikul tanggung jawab atas penderitaan luar biasa yang telah dilakukan terhadap mereka yang diperbudak dan keturunan mereka," Tambahnya.
Pernyataan maaf oleh PM Belanda tersebut mendapat tentangan dari kelompok-kelompok yang berpendapat bahwa permintaan maaf itu seharusnya dilakukan oleh Raja Willem-Alexander, di bekas koloni Suriname, pada 1 Juli 2023, yang merupakan haru peringatan 160 tahun penghapusan Belanda.
Sementara itu, Pemerintah Belanda telah mengirimkan perwakilan ke Suriname, serta pulau-pulau Karibia yang tetap menjadi bagian dari Kerajaan Belanda dengan berbagai tingkat otonomi. seperti Curacao, Sint Maarten, Aruba, Bonaire, Saba dan Sint Eustatius.
Perdana Menteri Aruba, Evelyn Wever-Croes mengatakan permintaan maaf itu disambut baik dan hal tersebut menjadi titik balik dalam sejarah di dalam Kerajaan.
Namun, Rutte dianggap telah mengabaikan reparasi pada konferensi pers pekan lalu, meski pemerintah Belanda menyiapkan dana pendidikan 200 juta euro.
Ketua Komisi Reparasi Nasional Suriname, Armand Zunder mengatakan "apa yang benar-benar hilang dari pidato ini adalah tanggung jawab dan pertanggungjawaban.”
"Jika Anda menyadari bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan telah dilakukan maka langkah selanjutnya adalah Anda mengatakan saya bertanggung jawab untuk itu, kami bertanggung jawab untuk itu .... Memang saya berbicara tentang reparasi,” tambahnya.
(SLF)