Belanja Negara Semester I Naik Jadi Rp1.398 Triliun, Sri Mulyani: Mayoritas Lari ke Bansos
Sri Mulyani mengatakan belanja pemerintah semester I naik 11,3 persen menjadi Rp1.398 triliun. Mayoritas digunakan untuk bansos.
IDXChannel - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan belanja pemerintah sepanjang semester I 2024 ini tembus Rp1.398 triliun. Angka tersebut naik sebesar 11,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy).
Sri Mulyani menjelaskan bengkaknya belanja negara karena pemberian perlindungan terhadap daya beli masyarakat yang mengalami koreksi sepanjang semester I 2024.
"Peningkatan belanja negara tersebut terutama terkait peran APBN sebagai shock absorber untuk antisipasi gejolak global, melindungi daya beli masyarakat, serta tetap mendukung berbagai prioritas agenda pembangunan nasional," ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Banggar DPR RI, Senin (8/7/2024).
Dia merinci komponen Belanja Pemerintah Pusat (BPP) mencapai Rp997,9 triliun atau tumbuh 11,9 persen (yoy), di dalamnya termasuk belanja yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sebesar Rp762,1 triliun (76,4 BPP).
Seperti, program PKH mendapat aliran Rp14,2 triliun, kartu sembako Rp22,2 triliun, program Indonesia Pintar Rp8,1 triliun, KIP kuliah Rp6,8 triliun, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Rp5,6 triliun, BO PTN Rp2,6 triliun, subsidi dan kompensasi Rp155,7 triliun, Subsidi LPG 3 Kg Rp34,2 triliun, PBI JKN RP23,2 triliun, serta pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur Rp75,2 triliun.
Di sisi lain, Menkeu mengatakan pendapatan negara sepanjang Semester I 2024 sebesar Rp1.320 triliun, angka ini terkontraksi sebesar 6,2 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Penerimaan perpajakan tercatat hanya sebesar Rp1.028 triliun, turun 7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara PNBP mencapai Rp288,4 triliun atau turun 4,5 persen (yoy).
Penurunan pendapatan negara terutama disebabkan oleh turunnya harga komoditas, khususnya batubara dan CPO, yang mempengaruhi kondisi profitabilitas sektor korporasi sehingga berdampak pada penerimaan PPh Badan yang terkontraksi 35,5 persen (yoy).
Sementara itu, penerimaan PPN DN (dalam negeri), turun 11 persen (yoy). Namun demikian, secara bruto (tanpa memperhitungkan restitusi), PPN DN masih tumbuh positif sebesar 9,2 persen seiring dengan masih kuatnya aktivitas ekonomi domestik, tercermin dari pertumbuhan ekonomi Q1 yang mencapai 5,11 persen.
"Penurunan PNBP terutama karena turunnya penerimaan SDA akibat turunnya harga komoditas dan kurang optimalnya lifting migas, sementa di sisi lain penerimaan dari Kekayaan Negara yang dipisahkan tumbuh positif 41,8 persen dengan membaiknya kinerja BUMN," kata dia.
(FRI)