BP Danantara Diprediksi Jadi Cikal Bakal Superholding BUMN, Seperti Ini Konsepnya
Lembaga baru ini akan mengelola investasi yang kerap dijalankan perusahaan pelat merah.
IDXChannel - Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara atau BP Investasi Danantara diprediksi akan menjadi superholding Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pasalnya, lembaga baru ini akan mengelola investasi yang kerap dijalankan perusahaan pelat merah.
Bahkan, semua aset pemerintah yang dipisahkan juga dikelola lembaga tersebut. Di mana aset pemerintah di kementerian bakal digabung menjadi satu dan dikelola langsung.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad menilai, BP Danantara merupakan cikal bakal pendirian superholding.
Sekalipun regulasi atau payung hukum BP Danantara, termasuk tugas dan wewenangnya, masih digodok pemerintah.
“Karena kan BP Danantara ini kan kemungkinan yang menjadi cikal bakalnya superholding sih menurut saya,” kata Tauhid, Senin (28/10/2024).
Konsep BP Danantara sebagai superholding akan semakin jelas, jika Presiden Prabowo Subianto sudah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) ihwal tugas dan wewenang badan baru tersebut.
“Saya belum tahu nih, belum ketahuan nih, kan baru di tingkat Perpres-nya ya, ininya di-detail-nya belum kelihatan sih, tapi yang saya dengar begitu,” katanya.
Keberadaan superholding, sebagai jelmaan BP Danantara, tidak serta merta menggantikan posisi Kementerian BUMN selaku pemegang saham perseroan negara.
Tauhid memandang posisi Kementerian BUMN tetap diperlukan sebagai regulator. Sementara itu, superholding bertindak selaku induk BUMN yang mengelola aksi korporasi, termasuk investasi perusahaan.
Menurutnya, pembagian wewenang harus didasari pada revisi Undang-undang BUMN, sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara Kementerian BUMN dan superholding.
“Kewenangannya, nanti tarik-tarikan antara kepala superholding atau ketua-nya itu dengan menteri, tarik-tarikan gitu,” kata dia.
“Seharusnya diubah, revisi. Pengaturan hubungan di undang-undang BUMN ini kan belum ada, pengaturan hubungan antara superholding dengan kementerian. Kedua, ya apa, kewenangannya itu kan sebagian harus diserahkan ke superholding, itu aja belum ada,” lanjutnya.
Tauhid menambahkan, pendirian superholding menjadi gagasan menarik, sekalipun ide jadul yang tidak pernah direalisasikan di era pemerintahan sebelumnya.
Keberadaan lembaga ini diyakini bisa mengkonsolidasikan dan menguatkan bisnis hingga sumber daya manusia (SDM) BUMN dalam jangka menengah dan panjang. Tujuannya, agar eksistensi perseroan tetap kokoh dan efisien.
“Begini, mereka akan melakukan konsolidasi, konsolidasi bisnis. Tentu saja bisnis mana yang jangka menengah atau panjang, itu harus mereka kuatkan, harus mereka perbaiki, jadi ke situ jadi arahnya,” kata Tauhid.
Punya pandangan yang berbeda, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal menyebut, pembentukan superholding tidak mendesak bagi Indonesia saat ini. Menurut Faisal, pemerintah perlu waktu untuk bisa merealisasikan ide tersebut.
Dia mencontohkan, langkah Kementerian BUMN membentuk holding bisa memakan waktu 2-3 tahun. Artinya, otoritas memerlukan waktu jauh lebih panjang lagi untuk dapat mengimplementasikan gagasan superholding.
“Kementerian BUMN membangun holding aja membutuhkan waktu 2 hingga 3 tahun gitu, jadi jangan dipaksakan menurut saya gitu ya,” katanya.
(Nur Ichsan Yuniarto)