Buka Sidang IPU, Jokowi Sebut Perubahan Iklim Berpotensi Dorong Kenaikan Inflasi
Jokowi secara resmi membuka Sidang Ke-144 Assembly of The Inter-Parliamentary Union (IPU) and Related Meetings yang digelar di Bali.
IDXChannel - Presiden Joko Widodo secara resmi membuka Sidang Ke-144 Assembly of The Inter-Parliamentary Union (IPU) and Related Meetings yang digelar di Mangupura Hall, Bali Internasional Convention Center (BICC), Kabupaten Badung, Provinsi Bali, pada Minggu, 20 Maret 2022.
Dalam sambutannya di pembukaan sidang parlemen dunia yang kali ini bertemakan "Getting to Zero: Mobilizing Parliament to Act on Climate Change" tersebut, Presiden Jokowi turut menyerukan risiko perubahan iklim terhadap energi dan pangan.
Menurut Presiden, isu perubahan iklim sudah sangat sering dibicarakan di dalam pertemuan-pertemuan global, namun aksi lapangannya belum terlihat.
"Jangan melupakan bahwa kita menghadapi sebuah hal yang mengerikan kalau kita tidak berani memobilisasi kebijakan-kebijakan, baik itu di parlemen maupun di pemerintah, yaitu adalah perubahan iklim. Hal yang sering kita lakukan, sering kita bicarakan, sering diputuskan di dalam pertemuan-pertemuan global, tetapi aksi lapangannya belum kelihatan," ungkapnya.
Dia mengungkapkan risiko perubahan iklim bisa mendistrupsi berbagai aspek kehidupan global, mulai dari kelangkaan energi dan pangan, hingga gangguan logistik dalam pengiriman, sehingga secara sosial ekonomi dampaknya bisa mendorong kenaikan inflasi hampir di semua negara sehingga rakyat kesulitan dalam menjangkau harga-harga yang naik.
Bicara mengenai pangan, perlu diketahui memang Food and Agriculture Organisasi (FAO) mengatakan bahwa kerusakan tanah dan perubahan iklim bisa menyebabkan penurunan produksi pertanian hingga 50% di beberapa wilayah, apalagi status kesuburan tanah di negara seperti Amerika Serikat sudah kehilangan top soil (lapisan tanah atas) sebanyak 50%, kemudian 75%-85% tanah pertanian di Eropa hanya memiliki 2% kandungan organik, sedangkan tanah pertanian di Indonesia hanya memiliki 0,5% kandungan organik.
Menanggapi hal tersebut, Melli Darsa, Dewan Pertimbangan Kadin dan Politisi Golkar, mengatakan bahwa saat ini sudah tidak bisa dipungkiri langkah dunia ke depan haruslah langkah yang sejalan dengan prinsip ekologi.
“Ekosistem dan strategi pembangunan peradaban dunia ke depan, harus seimbang antara, ekonomi, kemanusiaan, dan ekologi. Sayangnya pada saat kemarin di COP26 Glasgow, aspek ekologi tidak diangkat secara holistik khususnya tentang resiko kepunahan tanah," kata Melli.
Melli mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta dunia melihat tantangan dan risiko perubahan iklim secara holistik.
“Benar yang Bapak Presiden katakan bahwa tantangan perubahan iklim itu bukan hanya mendorong pentingnya transisi ke energi bersih, tapi juga soal pangan. Energi dan pangan punya kaitan erat dengan air. Tiga ini adalah the nexus that sustains life energi, air, dan pangan. Dan ketiga ini sentral ke bagaimana kita menjaga kondisi tanah. Fertility of the soil is the future of civilization,” pungkasnya.
Melli berharap pertemuan forum parlemen global IPU ke-144 di Bali ini dapat membahas perubahan iklim secara lebih holstik, mencakup ketersediaan energi, air, dan kondisi tanah.
"Kondisi tanah secara langsung mempengaruhi ketersediaan pangan. Dan ini sejalan dengan SDGs Goal 2, yaitu Zero Hunger. Saya rasa ini isu yang amat penting dan langsung menyentuh bagi masyarakat," pungkasnya.
Ilmuan Bidang Microbiology dan Agroecology Dr. Nico Wanandy, peneliti asal Indonesia dari University of New South Wales Sydney, School of Biotechnology and Biomolecular Science mengatakan hal yang serupa, bahwa untuk menjaga nexus kehidupan tersebut, kesehatan tanah memainkan peranan sentral.
“Kesuburan tanah dapat memberikan dampak yang luar biasa untuk kehidupan sosio-ekonomi juga dalam pencegahan perubahan iklim, termasuk perekonomian masyarakat, apalagi untuk negara agraris yang alamnya kaya seperti Indonesia. Di India, penghasilan petani sempat di bawah rata-rata, lalu Pemerintah India menggalakan praktek agrikultur yang mempromosikan kesehatan tanah, dan hasilnya penghasilan petani meningkat 230%,” jelas Nico di acara webinar bertajuk *“Save Soil – Selamatkan Tanah” yang digelar Minggu (20/03) oleh Conscious Planet sebuah organisasi nirlaba yang mengkampanyekan pentingnya kesehatan dan kesuburan tanah untuk pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Lebih lanjut terkait peranan tanah dan ketersediaan air, dalam paparannya, Nico menjelaskan peningkatan 1% dari materi karbon di lapisan atas tanah bisa meningkatkan kapasitas tanah dalam menampung air sebesar 180,000 galon per hektar.
Air yang tersimpan di dalam tanah merupakan sumber dari 90% produksi pertanian dunia dan menyumbangkan tidak kurang dari 65% kebutuhan air bagi manusia khususnya.
“Jika kita mampu meningkatkan kandungan karbon organik dalam tanah 0,4% setiap tahunnya, dapat membantu mengurangi resiko bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan badai. Jadi secara holistik, pembangunan berkelanjutan, transisi energi bersih, soal pangan dan ketersedian air, semua kembali ke tanah," pungkasnya.
(NDA)