ECONOMICS

Bukan Pabrik dan PLTU, Sarana Transportasi Diklaim Jadi Biang Kerok Polusi Jakarta

Taufan Sukma/IDX Channel 09/09/2023 19:38 WIB

dalam lima tahun terakhir populasi mobil penumpang di Jakarta mengalami peningkatan hingga 15,5 persen menjadi 4,13 juta kendaraan.

Bukan Pabrik dan PLTU, Sarana Transportasi Diklaim Jadi Biang Kerok Polusi Jakarta (foto: MNC Media)

IDXChannel - Kondisi polusi udara yang semakin mengkhawatirkan membuat berbagai pihak mulai saling tuding soal penyumbang utama atas tingginya emisi di Jakarta.

Saat sebagian tudingan mengarah pada pabrik-pabrik yang dinilai masih banyak menggunakan energi fosil, kini keberadaan sarana transportasi juga turut disoal.

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), misalnya, mengeklaim bahwa total emisi karbon dari kendaraan bermotor di Jakarta saat ini telah mencapai 81,17 juta kg CO2e per hari.

Dengan rata-rata konsumsi Bahan bakar Minyak (BBM) di Jakarta untuk motor sebesar 0,92 liter per hari, dan mobil 3,9 liter per hari, maka total konsumsi BBM di Jakarta bisa mencapai 17,8 juta liter per hari untuk seluruh populasi motor dan 16,2 juta liter per hari untuk seluruh populasi mobil.
 
"Bila jumlah emisi karbon 1 liter BBM setara dengan 2,4 kg CO2e, maka artinya estimasi total emisi yang dihasilkan dari total populasi sepeda motor dan mobil penumpang di Jakarta, mencapai 81,17 juta kg CO2e," ujar Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF, Abra Talattov, Sabtu (9/9/2023).

Masalahnya, menurut Abra, dalam lima tahun terakhir populasi mobil penumpang di Jakarta mengalami peningkatan hingga 15,5 persen menjadi 4,13 juta kendaraan.

Sementara pada saat yang sama populasi sepeda motor juga meningkat hngga 27,8 persen menjadi 19,22 juta kendaraan.
 
"Menyadari besarnya emisi karbon yang dihasilkan kendaraan berbasis fosil tersebut sudah mestinya menjadi momentum transformasi menuju ekosistem transportasi yang bersih," tutur Abra.

Untuk itu, Abra mendorong pemerintah agar dapat lebih fokus dalam menyediakan transportasi massal yang nyaman dan terjangkau.

"Ini untuk mengurangi emisi karbon dari penggunaan kendaraan pribadi," ungkap Abra.

Menurut Abra, tetap buruknya kualitas udara Jakarta meski PLTU Suralaya dalam posisi shutdown membuktikan bahwa sektor transportasi adalah penyumbang utama polutan di Jakarta.
 
Pernyataan Abra tersebut sekaligus merespons penghentian operasi 4 unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya sebagai bentuk voluntary shutdown. PLTU tersebut beroperasi dan menghasilkan kapasitas 1.600 megawatt (MW) sejak 29 Agustus.
 
"Sektor transportasi sebagai biang kerok polusi udara Jakarta tentu makin mengkhawatirkan mengingat tingginya pertumbuhan populasi kendaraan bermotor berbasis fosil di Jakarta. Namun setelah diberlakukan WFH pada Senin 4 September, kualitas udara berlangsung membaik," tegas Abra. (TSA)

SHARE