ECONOMICS

Bumi Merapi Energi (BME) Terancam Pailit, Begini Komentar Pengamat

Taufan Sukma/IDX Channel 03/08/2023 16:24 WIB

gugatan pailit lewat pengadilan pada dasarnya dinilai bukan merupakan satu-satunya jalan keluar dalam menyelesaikan persoalan utang-piutang.

Bumi Merapi Energi (BME) Terancam Pailit, Begini Komentar Pengamat (foto: MNC Media)

IDXChannel - Perusahaan tambang yang berbasis di Sumatera Selatan, PT Bumi Merapi Energi (BME), tengah dalam ancaman gugatan pailit seiring bakal jatuh temponya sejumlah utang perusahaan.

Gugatan pailit siap dilayangkan lantaran pihak BME sejauh ini dinilai tidak menunjukkan iktikad baik untuk dapat menyelesaikan sengketa utang-piutang tersebut kepada pihak kreditur.

Meski demikian, gugatan pailit lewat pengadilan pada dasarnya dinilai bukan merupakan satu-satunya jalan keluar dalam menyelesaikan persoalan utang-piutang.

"Tidak harus melalui pengadilan. Semua tergantung dari kemauan masing-masing pihak. Terutama dari pihak debitur, mau atau tidak untuk membayar utangnya," ujar Pengamat Hukum Perdata Universitas Diponegoro, Siti Mahmudah, Selasa (1/8/2023).

Menurut Mahmudah, masih ada sejumlah solusi lain yang bisa dipertimbangkan guna menyelesaikan persoalan utang-piutang.

Misalnya saja melalui jalur litigasi melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan kepailitan.

"Mau PKPU ataupun kepailitan, merupakan suatu cara untuk menyelesaikan utang. Karena bagaimana utang tetap lah utang sebelum proses pembayaran dan pelunasan dilakukan," tutur Siti.

Siti menjelaskan, upaya penyelesaian utang antara kreditur dan debitur dapat terjadi bila pihak debitur mengajukan rencana perdamaian dan disetujui oleh pihak kreditur.

Rencana perdamaian dapat diajukan debitur sebagaimana diatur di Pasal 144 UU nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Dalam hal ini, pihak debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua pihak kreditur.
 
"PKPU itu isinya kan membicarakan rencana perdamaian si debitur. Secara garis besar isinya restrukturisasi utang. Kalau itu tercapai, berarti penyelesaian utangnya berupa restrukturisasi utang," ungkap Siti.

Sesuai aturan, Siti menjelaskan, jangka waktu penundaan pembayaran kewajibannya 270 hari.

Sehingga dalam kurun waktu 270 hari tersebut, harus sudah tercapai perdamaian yang dihomologasikan menjadi restrukturisasi utang.

Berbeda dengan PKPU, rencana perdamaian dalam kasus kepailitan dapat diajukan kapan saja sepanjang sebelum rapat pencocokan piutang ditutup.

Karenanya, pihak debitur sebaiknya segera mengajukan perdamaian jika tidak ingin dinyatakan pailit oleh pengadilan.
 
"Kalau itu tidak tercapai, maka debitur dalam kondisi pailit, dan dalam kondisi insolvensi," papar Siti.

Selain itu, Siti juga mengingatkan bahwa akan ada akibat hukum bagi perusahaan yang telah dinyatakan pailit.

Salah satunya bahwa PT sebagai subyek hukum tidak bisa lagi menjalankan operasional, sebagai obyek hukum punya harta kekayaan, harta kekayaan PT mengalami sita secara umum.

Setelah debitur dinyatakan pailit, ada tindakan yuridis, pertama pencocokan utang, para kreditur mengajukan piutang kepada kurator.

Dalam hal ini, debitur punya hak untuk mengajukan perdamaian. Misalnya saja pihak debitur dan kreditur membicarakan bagaimana cara penyelesaian utang yang ada.

"Kalau sudah disepakati maka harus dihomologasikan. Kalau tidak disepakati, maka kepailitannya berakhir di situ," tandas Siti.

Siti juga menegaskan bahwa kepailitan dan PKPU merupakan salah satu instrumen hukum yang tidak tunduk pada asas nebis in idem. 

Ketika penyelesaian utang disepakati melalui PKPU, maka ketika permasalahan utang belum selesai, masih dapat diPKPUkan kembali.

Demikian juga dengan kepailitan, bila penyelesaian utangnya belum tercapai, maka bisa dipailitkan kembali.

Jadi, tidak ada nebis in idem penyelesaian utang melalui PKPU maupun kepailitan, karena dasar penyelesaian utangnya adalah KUHPerdata.

Siti juga menambahkan bahwa pailit tidak selalu membuat perusahaan berakhir, karena masih ada tindakan yang disebut dengan rehabilitasi. 
Rehabilitasi itu sendiri bisa tercapai jika dalam pemberesan utang ada surat pernyataan dari para kreditur yang intinya puas atas proses penyelesaian utang yang dilakukan oleh debitur.

"Kalau nanti dapat surat pernyataan itu debitur bisa mengajukan rehabilitasi dan perusahaan tetap dapat melanjutkan kegiatan usahanya," tegas Siti.

Dalam penjelasan Pasal 215 UU nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah pemulihan nama baik Debitor yang semula dinyatakan pailit, melalui putusan Pengadilan yang berisi keterangan bahwa Debitor telah memenuhi kewajibannya. (TSA)

SHARE