Bupati Meranti "Ngamuk" soal DBH, DPR Minta Sri Mulyani Cs Adil dan Transparan
DPR meminta pemerintah pusat untuk berlaku adil dan transparan soal dana bagi hasil (DBH) yang dipertanyakan Bupati Meranti, Muhammad Adil.
IDXChannel - Protes keras Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil terkait dana bagi hasil (DBH) produksi minyak dan gas (migas) yang ditujukan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dikhawatirkan menjadi pemicu daerah lainnya untuk menyampaikan hal serupa.
Anggota Komisi VII DPR, Abdul Wahid menilai, berbagai daerah mempunyai kekayaan sumber daya mineral, namun masyarakatnya tidak bisa menikmatinya, bahkan cenderung miskin.
“Mereka tahu, mereka ini negeri (daerah) kaya, tetapi masyarakatnya masih miskin. Kesenjangan-kesenjangan ini kan terjadi, sehingga membuat kekecewaan," jelasnya dikutip dari laman resmi DPR, Rabu (14/1/2022).
"Masyarakat hari ini mengapa mungkin tidak terlalu kencang dengan gerakan itu, tetapi kalau ini terus dibiarkan tidak baik. Tidak boleh begitu, harus ada pemerataan, ada keadilan,” dia menambahkan.
Wahid menilai, pemerintah pusat mesti berlaku adil dan transparan terkait DBH. Yakni dengan membuat satu mekanisme yang memungkinkan daerah bisa melakukan pengecekan langsung.
Dengan begitu, selain pemerintah pusat yang memegang data, daerah juga bisa mengecek keberadaan sumur migas berikut potensinya.
“Jadi masing-masing daerah bisa mengecek, sehingga mereka juga bisa mengontrol. Apalagi kadang-kadang sumur di satu kabupaten, tapi reservoirnya ada di kabupaten lain,” tuturnya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga menekankan, masyarakat membutuhkan keadilan dalam mendapatkan haknya. Namun keadilan itu tidak sempurna jika dalam pelaksanaannnya tidak ada pemerataan.
Lebih lanjut Wahid menegaskan, pemerataan ini sepatutnya sejalan dengan potensi kekayaan yang ada di daerah tersebut. “Di Riau itu menyumbang minyak dan gas gede banget, tapi jalan-jalan di Riau banyak yang pada hancur,” kritik Legislator Dapil Riau II itu.
Wahid mencontohkan, besarnya potensi lain di Riau salah satunya kelapa sawit. Disebutkan anggaran di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mencapai Rp71-72 triliun. Akan tetapi, dana yang kembali ke masyarakat hanya Rp2 triliun.
"Pertanyaannya, yang Rp70 triliun untuk apa? Sementara sumbangan (truk pengangkut sawit) terhadap kerusakan (jalan) sangat tinggi. Dari mana daerah membangunnya untuk jalan hancur, untuk infrastruktur hancur, semuanya. Inilah kadang-kadang kebijakan begini yang tidak sinkron,” tegasnya.
Terakhir, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR tersebut menyatakan, pernyataan Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil menjadi pembelajaran bagi pemerintah. Khususnya dalam melihat kembali bahwa DBH yang dialokasikan dalam undang-undang masih kecil untuk daerah penghasil minyak dan gas.
Sebelumnya diketahui, Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil 'mengamuk' dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah se-Indonesia.
Dalam tayangan yang dilansir Diskominfotik Provinsi Riau, Bupati Adil mengarahkan kemarahannya saat bertemu dengan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Lucky Alfirman. Kata Adil, produksi minyak Meranti terus meninggi di tengah terkereknya harga minyak dunia dan naiknya nilai tukar dolar AS.
Di sisi lain, potensi minyak di Meranti juga terus bertambah bahkan menyentuh hampir 8.000 barel per day. Besaran ini sudah hampir menyamai target yang diberikan SKK Migas, 9.000 barel per hari.
Untuk mengejarnya, di Meranti juga gencar melakukan penggalian sumur dari tahun ini 15 sumur, hingga 2023 sebanyak 19 sumur minyak mentah.
Sayangnya, dengan besaran produksi ini, DBH disebutnya tidak diberikan secara berkeadilan. Disebutkan DBH tahun 2022 sebesar Rp114 miliar dan tahun depan nilainya hanya naik sekitar Rp700 juta.
(FAY)