Butuh Suntikan Rp14 Triliun, Garuda (GIAA) Buka Peluang Investasi Swasta
Utang jumbo yang dihadapi PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) membuat pemerintah berpikir keras untuk mempertahankannya.
IDXChannel - Utang jumbo yang dihadapi PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) membuat pemerintah berpikir keras untuk mempertahankannya. Selain butuh suntikan tambahan sebesar Rp14 triliun, perseroan juga membuka peluang masuknya investor swasta.
Dikutip dari Bloomberg, Senin (1/11/2021), wakil menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, mengakui saat ini Garuda tengah gencar melakukan restukturisasi kredit sebesar USD6,3 miliar. Diharapkan upaya ini bisa selesai pada kuartal II-2022 mendatang.
Ada beberapa opsi yang disiapkan dalam rangka retrukturisasi utang, mulai dari beralih ke instrumen seperti obligasi konversi wajib atau pinjaman bank tanpa kupon.
“Kami sedang bernegosiasi dengan banyak pihak dengan kebutuhan yang berbeda, sehingga preferensi mereka berbeda-beda. Harus saya tegaskan, pemerintah tidak ingin membuat Garuda bangkrut. Yang kami cari adalah penyelesaian utang baik di luar proses pengadilan atau melalui proses pengadilan.”
Jika hal itu selesai, mala Garuda akan mencari cara mendapatkan Rp14 trilun untuk membayar utang-utangnya serta tambahan modal kerja. Nilai itu juga membuat pemerintah realistis dan terbuka atas masuknya investir swasta untuk menjadi pemegang saham prioritas.
“Kami sedang menjangkau pemain hub utama,” katanya.
Jumlah utang yang harus bisa dipangkas agar bisa bertahan setidaknya berada di kisaran 70-80%, katanya. Laporan keuangan terbaru perusahaan menunjukkan Garuda memiliki ekuitas negatif sebesar USD2,8 miliar pada akhir Juni.
Garuda merupakan satu dari serangkaian maskapai global berantakan akibat pandemi. Bahkan, AirAsia Group Bhd melakukan negosiasi dengan membuka penawaran kepada kreditur hanya membayar 0,5% dari lebih dari usd8 miliar total utang yang mereka miliki, sekaligus mengakhiri semua kontrak yang ada.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Philippine Airlines Inc, yang telah mengajukan kebangkrutan Bab 11 di New York pada September. Di luar Asia Tenggara, Latam Airlines dari Chili, Aeromexico dan Avianca Holdings Kolombia mencari perlindungan pengadilan pada 2020.
Wirjoatmodjo yang juga merupakan seorang bankir sudah terbiasa berurusan dengan restrukturisasi utang, tetapi situasi yang terjadi pada Garuda lebih sulit karena faktor-faktor termasuk pandemi, volatilitas nilai tukar, dan sensitivitas harga minyak.
Dalam skenario terburuk pemerintah, Garuda akan meminta perlindungan pengadilan jika semua negosiasi gagal, menurut Wirjoatmodjo.
“Saya akan menempatkan tantangan Garuda di 9,5 pada skala 1 hingga 10,” katanya. (TYO)