ECONOMICS

Cegah Mafia hingga Tingkatkan Ekspor Pangan, Pengamat Ungkap Fungsi Penting BPN

Suparjo Ramalan 14/09/2021 15:49 WIB

BPN dinilai penting untuk mencegah keberadaan mafia pangan dan tingkatkan ekspor.

Cegah Mafia hingga Tingkatkan Ekspor Pangan, Pengamat Ungkap Fungsi Penting BPN (Dok.MNC Media)

IDXChannel - Pendirian BPN dinilai penting untuk mencegah keberadaan mafia pangan. Hal ini sejalan dengan sejumlah tugas yang diamanatkan Presiden, salah satunya melakukan koordinasi, perumusan, dan penetapan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan keamanan pangan. 

Fungsi Badan Pangan Nasional (BPN) terus digodok pemerintah meski Presiden Joko Widodo resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional. Perpres tersebut sebagai payung hukum yang diterbitkan sejak 29 Juli 2021 lalu. 

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai, sinkronisasi data pangan di kementerian dan lembaga (K/L) masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Padahal, tidak akuratnya data pangan justru menjadi celah bagi mafia. 

Karena itu, keberadaan Badan Pangan Nasional diharapkan mampu menyelesaikan persoalan data pangan. Khususnya, melakukan sinkronisasi data di kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Perdagangan Kementerian Pertanian, hingga Badan Pusat Statistik (BPS). 

"Sehingga data pangan ini bisa akurat dan mengurangi ego sektoral. Ini pekerjaan rumah paling penting karena adanya celah dari data pangan yang selama ini belum akurat itu akan menjadi celah bagi mafia pangan untuk mengatur kuota impor dan ini bertentangan dengan amanat PP soal BPN ini untuk melakukan stabilisasi harga," ujar Bhima saat dimintai pendapatnya, Selasa (14/9/2021). 

BPN juga mendapat tugas melaksanakan koordinasi perihal kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan keamanan pangan.

Perihal tugas tersebut, kata Bhima, BPN harus menjadi alternatif adanya tumpang tindih kewenangan atau birokrasi yang rumit, bukan justru memperpanjang rantai birokrasi di sektor pangan. Meski begitu, dia optimis bahwa BPN membuat regulasi semakin pendek dan mempercepat eksekusi atau pelaksanaan. 

Sebelumnya pengambilan keputusan justru lebih lama karena ada Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang memiliki wewenang dengan ekspor dan impor pangan. Kemudian ada kewenangan di Dirjen Tanaman Pangan di bawah Kementerian Pertanian, hingga pelaksana tugas pemerintah yang dilakukan Perum Bulog sebagai BUMN di sektor pangan. 

Saat BPN didirikan, kepala negara menugaskan kepada BPN untuk melaksanakan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah melalui BUMN di bidang pangan. 

Dalam posisi tersebut, Bulog sebagai perusahaan pelat merah di sektor pangan akan bertindak sebagai eksekutor, dimana, ada sejumlah penugasan yang nantinya diberikan BPN kepada Bulog. Penugasan yang dimaksud berupa, pengelolaan cadangan pangan pemerintah, stabilitas ketersediaan pasokan, dan harga pangan.

Kedua, untuk peanekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan. Ketiga, penugasan untuk pengembangan sistem informasi pangan terpadu dan integrasi dari hulu ke hilir sebagai alat monitoring dan dasar kebijakan pengambilan keputusan terkait pengolahan pangan.

Secara garis besar kebijakan pangan akan disusun oleh BPN dan dilaksanakan oleh Perum Bulog. Dimana, dalam Perpres Nomor 66 Tahun 2021 terdapat 9 jenis pangan yang dikelolah oleh BPN yaitu, beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai.

Terkait penugasan tersebut, Bhima mencatat perlu penguatan komoditas untuk meningkatkan kinerja ekspor pangan. Setidaknya, ada beberapa langkah yang harus dilakukan otoritas, seperti mendorong komoditas pangan yang diminati di pasar internasional dan harganya relatif tinggi. 

"Jadi ada banyak komoditas yang sejak tahun 2021 awal harganya relatif mengalami kenaikan dan ini yang bisa menjadikan komoditas-komoditas ekspor. Ini tentunya butuh teknologi dan butuh inovasi pangan. Dan tidak lupa adalah terkait dengan problem regenerasi petani. Karena banyak sekali sektor pertanian di isi oleh usia-usia yang non produktif atau diatas usia 45 tahun," ungkap dia.  

(IND) 

SHARE