ECONOMICS

China Boikot Seafood Jepang Imbas Nuklir Fukushima, Ekonomi Sushi Terancam

Maulina Ulfa - Riset 29/08/2023 16:19 WIB

Jepang baru saja melaksanakan pembuangan air limbah radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima ke laut.

China Boikot Seafood Jepang Imbas Nuklir Fukushima, Ekonomi Sushi Terancam. (Foto:

IDXChannel - Jepang baru saja melaksanakan pembuangan air limbah radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima ke laut. Namun, tindakan menuai berbagai kontroversi, terutama bagi negara tetangganya, China.

Sejumlah aksi keberatan dilancarkan China termasuk rencananya untuk memboikot produk seafood Jepang.

Tindakan pelepasan lebih dari 1 juta metrik ton air limbah radioaktif ini telah memicu tanggapan marah dari China selaku ekonomi terbesar kedua dunia.

Sejumlah media China menyatakan kemarahan atas tindakan Jepang, dengan beberapa media pemerintah memuat editorial kritis dan jajak pendapat.

China menegaskan larangan impor produk laut Jepang diperlukan untuk mencegah risiko kontaminasi radioaktif pada makanan. China juga menuduh Jepang melakukan tindakan yang sangat egois dan tidak bertanggung jawab yang mengabaikan kepentingan publik internasional.

Padahal, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) telah menerbitkan laporan yang mendukung rencana Jepang tersebut.

Merespons hal ini, Jepang mengatakan mungkin akan melaporkan China ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan impor makanan laut yang dipicu oleh Fukushima.

Jepang mengeluarkan pernyataan pada Selasa (29/8/2023) untuk membawa China ke WTO untuk mengupayakan pencabutan larangan Beijing terhadap semua impor makanan laut.

Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi mengatakan kepada wartawan bahwa Jepang akan mengambil tindakan yang diperlukan terhadap larangan produk akuatik dengan berbagai cara termasuk melalui kerangka WTO.

Bahkan, warga Jepang ramai-ramai mendapat teror telepon diduga dari China usai proses pembuangan nuklir.

“Sangat disesalkan dan mengkhawatirkan mengenai banyaknya panggilan pelecehan yang kemungkinan besar datang dari China. Kehidupan manusia dipertaruhkan sekarang. Tolong segera hentikan panggilan telepon tersebut,” kata Menteri Perdagangan Yasutoshi Nishimura dalam konferensi pers dikutip Reuters, Selasa (29/8).

Industri Makanan Laut Jepang Terancam

Jepang cukup terkenal dengan industri makanan laut mentah berupa sushi, shasimi, dan lainnya.

Sasha Issenberg, seorang penulis non fiksi terkemuka menulis dampak dari industri makanan Jepang ini dengan menyebutnya sebagai The Sushi Economy.

The Sushi Economy mengedepankan booming bisnis, budaya, dan masakan ikan mentah untuk mengkaji bagaimana integrasi ekonomi lokal melalui perdagangan berhasil dalam praktiknya.

Bahkan, sepanjang tahun lalu, jumlah restoran Jepang di Thailand naik 21,9 persen sepanjang 2022 dibandingkan tahun sebelumnya. Lonjakan ini menjadi yang tertinggi sejak Organisasi Perdagangan Eksternal Jepang (Jetro) mulai mencatatnya pada 2007.

Mengutip The Nation, survei Jetro menemukan bahwa 1.404 restoran Jepang baru dibuka di Thailand pada 2022 di mana 448 di antaranya adalah restoran sushi. Sementara sebanyak 263 menawarkan masakan Jepang secara umum dan 185 fokus pada ramen.

Rencana boikot China terhadap hasil laut Jepang tentu akan merugikan ekspor Jepang dan industri sushi Jepang ke depan.

Menurut data Trading Economics, ekspor ikan dan olahan ikan di Jepang meningkat menjadi 30,84 miliar yen pada Juni 2023 dari 29,16 miliar yen pada Mei 2023. (Lihat grafik di bawah ini.)

 

Bahkan, Nikkei Asia mencatat, larangan impor China cukup merugikan rencana ekspansi industri makanan laut Jepang.

Menurut statistik dari Badan Perikanan Jepang, total nilai ekspor produk makanan laut Jepang pada 2022 adalah sekitar 387 miliar yen (setara USD2,6 miliar) dan mengalami tren peningkatan selama beberapa tahun terakhir. (ADF)

SHARE