ECONOMICS

China Krisis Properti, REI: Backlognya Sudah Almost Zero

Iqbal Dwi Purnama 03/08/2022 05:40 WIB

China dikabarkan tengah mengalami krisis properti. Pembangunan properti yang masif di tengah minimnya serapan pasar.

China Krisis Properti, REI: Backlognya Sudah Almost Zero (FOTO: MNC Media)

IDXChannel - China dikabarkan tengah mengalami krisis properti. Pembangunan properti yang masif di tengah minimnya serapan pasar, menjadi salah satu faktor yang menjadi penyebab dari adanya masalah tersebut.

Bahkan pada tahun 2016, Kantor berita Xinhua sempat melaporkan adanya rencana ekspansi perkotaan dengan membangun perumahan untuk sekitar 3,4 miliar orang pada tahun 2030. Menurut data dari Komite Pembangunan dan Reformasi Nasional, pada Mei 2016, lebih dari 3.500 area perkotaan baru direncanakan oleh pemerintah daerah. Daerah perkotaan baru ini yang akan menciptkan rumah untuk lebih dari 3,4 miliar orang. Rencana tersebut bahkan kurang lebih hampir mewakili jumlah setengah populasi yang ada di bumi.

Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) mengakan sebetulnya negara tersebut memiliki angka backlog khususnya pada perumahan yang cukup rendah, bahkan bisa dikatakan oleh Totok 'almost zero'. Sehingga ketika adanya pembangunan properti yang cukup masif hal tersebut justru memiliki risiko besar.

"Pertama China secara kependudukan backlognya sudah almost zero, jadi sudah tidak ada yang homeless, jadi secara perhitungan dia membangun properti itu sangat berisiko, Kalau dibangun siapa yang membeli," ujar Paulus Totok Lusida kepada MNC Portal, Selasa (2/8/2022).

Disamping itu Totok menjelaskan jika melihat langsung proyek properti yang dibangun di China, maka jika dilihat lebih jauh pembangunan proyek properti itu justru kurang feasible secara bisnis.

"Kalau disana itu juga properti yang bangun itu besar-besar bangat, jadi dia bangun hotel, bangun mal itu besar-bear sekali, sebetulnya secara perhitungan kurang feasible secara bisnis," kata Totok.

Kondisi ini mengancam goncangan pada perekonomian Republik Rakyat Tiongkok. Karena diketahui seperempat dari Produk domestik bruto (PDB) China disumbang dari sektor properti, sehingga properti menjadi hal yang sangat krusial.

Lebih lanjut Totok menjelaskan bahwa kondisi serupa memang masih jauh jika mau ditarik lebih jauh ke Indonesia. Bahkan menurutnya saat ini Indonesia pun masih kekurangan rumah untuk memenuhi angka backlog yang masih sekitar 12 juta.

Namun yang perlu dicermati lebih dalam adalah terkait dampak dari adanya krisis properti yang terjadi. Dampak ketika tersendatnya industri properti yang sebetulnya memiliki multiplier effect yang cukup luas untuk perekonomian suatu negara. Maka menurut Totok pemerintah perlu menjaga titik keseimbangan antara hukum permintaan maupun penawaran khsuusnya di industri properti.

"Jadi jatuhnya suatu value bukan hanya over suply tapi tetapi juga kemampuan masyarakat yang itu harus dijaga di Indonesia," lanjut Totok.

"Properti pengaruhnya cukup besar, karena memiliki multiplier effect yang cukup luas, kalau propertinya goyang, semua material seperti semen, besi dan lainnya bakal goyang semua," sambungnya.

Belum lagi menurut Totok industri properti ini sebagai lokomotif juga menarik hingga sektor UKM terkecil, bukan hanya industri atau produk yang dihasilkan oleh pabrik pabrik besar, namun juga menyeret UMKM kecil yang menjual aksesoris atau hiasan rumah, yang terkadang dihasilkan industri perorangan.

Apa yang terjadi di China merupakan korban dari mangkraknya kegiatan transaksi properti yang terjadi di negara tersebut. Hal itu menurutnya bisa menjadi perhatian pemerintah dalam mengbil pelajaran untuk merumuskan kebijakan kedepan.

"Justru penting juga diperhatikan Indonesia adalah krisis ekonomi di Amerika, itu akan terjadi domino effect ke negara lain termasuk Indonesia, itu harus di jaga oleh ahli Ekonomi makro, kalau akibat pasti ada, tetapi seberapa besar tergantung negara," pungkas Totok. (RRD)

SHARE