ECONOMICS

China Kuasai Kontrak Gas Alam Cair, Waspada Kelangkaan di Masa Depan

Maulina Ulfa - Riset 24/01/2023 15:32 WIB

Kontrak ini menempatkan China sebagai pembeli LNG global dominan

China Kuasai Kontrak Gas Alam Cair, Waspada Kelangkaan di Masa Depan. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - China dilaporkan telah membeli 40% dari kontrak gas alam cair atau LNG jangka panjang baru-baru ini.

Mengutip Nikkei Asia, Sinopec Group, perusahaan energi utama di China mencapai kesepakatan 27 tahun dengan QatarEnergy di akhir tahun lalu untuk membeli 4 juta ton LNG per tahun. Impor LNG ini dilaporkan akan dimulai sekitar tahun 2026.

Sebagai klien utama, China juga bernegosiasi untuk berinvestasi dalam proyek besar-besaran di Qatar untuk memperluas produksi LNG.

Perusahaan energi swasta China, ENN Group, juga dilaporkan menandatangani kontrak pembelian LNG jangka panjang dengan Energy Transfer yang berbasis di Texas pada akhir tahun lalu. Kesepakatan ini untuk membeli 2,7 juta ton LNG setiap tahun selama 20 tahun.

ENN juga meneken perjanjian dengan NextDecade, yang juga berkantor pusat di Texas, menjadi 2 juta ton per tahun selama 20 tahun.

Selain itu, NextDecade telah setuju untuk memasok 1 juta ton LNG setiap tahun ke China Gas Holdings.

Pembelian Terbesar

Menurut laporan Rystad Energy, sepanjang 2021 dan 2022, China telah mengamankan kontrak pembelian LNG jangka panjang senilai hampir 50 juta ton per tahun.

China diketahui melipatgandakan skala pembelian LNG melalui kontrak jangka panjang hanya dalam dua tahun. Angka ini naik signifikan dari volume tahunan sekitar 16 juta ton dari tahun 2015 hingga 2020.

Pada 2020 dan 2021, transaksi spot LNG dilaporkan menyumbang 40%-50% dari impor gas alam China. Dampak dari kontrak jangka panjang dapat menawarkan stabilitas pasokan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrak spot.

Pada 2021, China diketahui melampaui Jepang sebagai pengimpor LNG teratas dunia. Namun tahun lalu, impor turun ke level 18% menjadi sekitar 65 juta ton karena dampak kebijakan Covid-19 pemerintah China.

Namun permintaan LNG China diproyeksikan 50% lebih tinggi pada 2030 dibandingkan pada 2021. Hal ini juga sejalan dengan ramalan International Energy Agency (IEA) bahwa China akan menguasai pembelian LNG di masa depan. (Lihat grafik di bawah ini.)

Adapun selama ini, AS sudah menjadi pemasok LNG terbesar China berdasarkan kontrak jangka panjang.

Sejak 2021, perusahaan China dan AS telah menandatangani serangkaian kesepakatan LNG secara besar-besaran. Namun, Beijing sempat memberlakukan tarif 25% untuk LNG AS pada 2019 selama perang dagang, kemudian mulai mengeluarkan keringanan bea masuk pada 2020.

Waspada Kelangkaan Masa Depan

China saat ini disebut mengimpor sekitar 90 juta ton LNG melalui kontrak jangka panjang, dengan AS memasok sekitar 25 juta ton di antaranya. Australia menempati urutan berikutnya dengan sekitar 17 juta ton, sementara Timur Tengah memasok 14 juta dan Rusia menyumbang sekitar 6 juta.

Dalam hal ini, Beijing disebut sedang berupaya melepaskan diri dari ketergantungan pada LNG AS. Mengingat negeri Paman Sam merupakan produser LNG terbesar dunia.

Untuk itu, China bersiap memperluas kerja sama dengan Qatar. Presiden Xi Jinping bahkan telah melakukan pertemuan dengan Emir Qatar Tamim bin Hamad Al Thani di ibu kota Arab Saudi, Riyadh pada Desember tahun lalu.

Hal ini menempatkan China sebagai pembeli LNG global secara dominan. Namun, di tengah upaya global untuk mengurangi emisi karbon, banyak negara diproyeksi akan menggunakan gas alam sebagai bahan bakar alternatif yang relatif bersih.

Institute of Energy Economics, Jepang memperkirakan permintaan LNG tahunan di seluruh dunia akan mencapai 488 juta ton pada tahun 2030, naik sekitar 40% dari tahun 2020.

Tetapi pasokan global berada di jalur yang tidak mencukupi permintaan sebesar 7,6 juta ton per bulan pada tahun 2025. Kondisi ini bisa memicu guncangan pasokan dan permintaan energi di masa depan.

Sebelumnya, pemegang kontrak LNG terbesar dipegang oleh Jepang. Namun, ketidakpastian permintaan di masa depan di tengah gerakan dekarbonisasi, menyusutnya populasi Jepang, dan dimulainya kembali pembangkit nuklir menyebabkan posisi negeri Sakura digeser China.

Pengimpor LNG Jepang JERA, perusahaan patungan antara utilitas Tokyo Electric Power Co. Holdings dan Chubu Electric Power, memutuskan pada akhir 2021 untuk tidak memperpanjang kontrak 25 tahun dengan Qatar untuk membeli 5 juta ton LNG setiap tahun. Sinopec tampaknya menjadi pembeli pengganti Qatar. (ADF)

SHARE