ECONOMICS

Data Buruknya Polusi Udara Dinilai Tendensius, Begini Respons Pengamat

Taufan Sukma/IDX Channel 14/09/2023 07:37 WIB

kualitas udara tidak juga kunjung membaik meski empat unit PLTU Suralaya sebesar 1.600 MW dalam posisi mati, dalam rangka voluntary shutdown.

Data Buruknya Polusi Udara Dinilai Tendensius, Begini Respons Pengamat (foto: MNC Media)

IDXChannel - Massifnya berbagai pemberitaan terkait kondisi memburuknya kualitas udara, terutama di kawasan Jakarta, dinilai sebagian pihak cukup tendensius.

Pengamat Kebijakan Publik sekaligus Anggota Dewan Proper Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Agus Pambagio, misalnya, menduga ada kepentingan lain yang sengaja menunggangi isu polusi udara di Jakarta untuk memojokkan keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
 
Pasalnya, menurut Agus, kualitas udara tidak juga kunjung membaik meski empat unit PLTU Suralaya sebesar 1.600 MW dalam posisi mati, dalam rangka voluntary shutdown.

"Mau semua PLTU dalam posisi shutdown pun, kualitas udara di Jakarta ya tetap buruk," ujar Agus, dalam sebuah kesempatan.

Menjawab spekulasi tersebut, Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) menyatakan bahwa PLTU memang bukan satu-satunya sumber polutan yang menyebabkan memburuknya kualitas udara di Jakarta.

"Sumber polutan memang bukan hanya dari PLTU. Ada sektor lain, seperti transportasi dan industri lainnya," ujar Lead Analyst CREA, Lauri Myllyvirta, Rabu (12/09/2023). 
 
Lauri merasa perlu memberikan respons, lantaran CREA merupakan salah satu pihak yang juga ditengarai memiliki agenda lain dalam isu polusi udara.

Oleh sebagian pihak, CREA memiliki kepentingan terselubung, mengingat pada situs resminya, CREA menjual sejumlah layanan emission tracker hingga portal kualitas udara real time.

Lauri mengaku sepakat dengan Agus, bahwa saat ini data menunjukkan bahwa tidak kurang dari 44 persen polusi udara justru disumbang dari emisi kendaraan.

Sejauh ini, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK, Luckmi Purwandari, mengatakan bahwa sistem Continuous Emissions Monitoring System (CEMS) dari PLTU telah terhubung dengan Sistem Informasi Pemantauan Emisi Industri Kontinyu (SISPEK) milik KLHK.

"SISPEK merupakan satu sistem yang menerima dan mengelola data hasil pemantauan emisi cerobong industri yang dilakukan dengan pengukuran secara terus menerus melalui CEMS," ujar Luckmi. 

Terdapat 10 sektor industri yang wajib SISPEK, yaitu peleburan besi dan baja, pulp & kertas, rayon, carbon black, migas, pertambangan, pengolahan sampah secara termal, semen, pembangkit listrik tenaga termal, pupuk dan amonium nitrat. (TSA)

SHARE