ECONOMICS

Defisit Anggaran Turun, Pemerintah Ingatkan Risiko Beban Utang Terus Membengkak

Carlos Roy Fajarta Barus 20/08/2021 09:58 WIB

Syarief Hasan melihat rencana pemerintah yang menetapkan defisit anggaran tahun 2022 sebesar 4,85 % dari PDB, atau Rp 868 triliun.

Defisit Anggaran Turun, Pemerintah Ingatkan Risiko Beban Utang Terus Membengkak (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan mengapresiasi penurunan defisit anggaran pemerintah dari 2020 ke 2022 di tengah masa pandemi Covid-19 yang begitu menekan segala aspek kehidupan berbangsa. 

Hal ini berkaitan dengan Pidato Presiden Joko Widodo pada saat menyampaikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2022 di DPR RI pada 16 Agustus 2021 lalu. 

Syarief Hasan melihat rencana pemerintah yang menetapkan defisit anggaran tahun 2022 sebesar 4,85 % dari PDB, atau Rp 868 triliun.  

Dibandingkan tahun sebelumnya, rencana defisit fiskal ini berkurang, dari sebelumnya 6,34 % (2020) dan 5,7% (2021). Bahkan pemerintah juga menyatakan berkomitmen untuk menurunkan batas defisit sampai di angka 3% dari PDB pada tahun 2023.  

“Saya mengapresiasi rencana fiskal di tahun 2022 yang berkomitmen untuk mengurangi defisit anggaran. Ini tentu hal yang baik sebab semakin kecil defisit fiskal, maka APBN akan semakin sehat untuk keberlanjutan kebijakan fiskal dan semakin kecil kebergantungan terhadap utang. Maka tentu kualitas fiskal menjadi semakin sehat," ujar Syarief Hasan, Kamis (19/8/2021) kemarin. 

Ia menyebutkan rencana fiskal pemerintah ini patut diapresiasi sebab menunjukkan semakin berkurangnya kebergantungan pemerintah terhadap utang luar negeri.  

Namun demikian, sampai kuartal II 2021, Kementerian Keuangan melaporkan bahwa posisi utang luar negeri sebesar Rp 6554,6 triliun. Angka ini mengisyaratkan bahwa rasio utang terhadap PDB masih di 41,35 %.  

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengkhawatirkan kesanggupan pemerintah dalam melunasi pokok utang beserta bunganya yang terus membengkak. Dari audit BPK atas APBN 2020, semua indikator utang yang menunjukkan keberlanjutan fiskal melampaui semua patokan ideal dalam pengelolaan utang.  

Resiko dan beban utang pemerintah, maupun rasionya terhadap penerimaan negara dan penerimaan transaksi berjalan jauh di atas batas ideal yang seharusnya. 

Oleh karena itu, BPK menegaskan bahwa kunci untuk menjaga kualitas dan keberlanjutan fiskal adalah melalui optimalisasi penerimaan negara, terutama pajak. Ini juga lah yang menjadi dilema pemerintah.  

Realisasi penerimaan pajak pada tahun 2020 hanya sebesar 89,25 % dari target. Pada semester I 2021 ini, Kementerian Keuangan juga melaporkan penermaan pajak hanya di angka 45,36 %. Dengan berbagai pembatasan di masa pandemi, banyak kalangan yang kemudian meragukan penerimaan  pajak akan optimal di tahun 2021 ini. 

Hal yang sama juga potensial terjadi dengan proyeksi pertumbuhan yang ditetapkan 5 s/d 5,5 % pada 2022. Komitmen ini optimis, namun harus presisi dan realistis. Sebab faktanya, realisasi pertumbuhan selalu meleset dari target.  

Pada APBN 2020, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan di angka 5,3 %, namun ekonomi malah tumbuh negatif sebesar sebesar -2,07 %. Hal yang sama juga sangat mungkin terjadi di 2021 yang menargetkan ekonomi tumbuh di angka 5 %, namun hingga semester I 2021 praktis ekonomi hanya bertumbuh sebesar 3,3 %.  

Secara tahunan dengan berbagai pembatasan aktivitas ekonomi di masa pandemi, Bank Indonesia memprediksi ekonomi hanya tumbuh di angka 3,5 %, begitupun IMF  memprediksi di angka 3,9 %. 

(SANDY)

SHARE