Demi Lawan Inflasi, Arab Saudi dan UEA Gelontorkan Rp195 Triliun ke Rakyat Miskin
Arab Saudi dan UEA bakal menyalurkan bantuan sebesar USD13 miliar atau sekitar Rp195 triliun bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk melawan inflasi.
IDXChannel – Dua negara ekonomi terbesar di Teluk Persia, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA), bakal menyalurkan bantuan sebesar USD13 miliar atau sekitar Rp195 triliun bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dana tersebut disalurkan untuk mendukung rakyat miskin di tengah tingginya inflasi.
UEA bakal menggandakan dukungan finansial bagi masyarakat miskin menjadi 28 miliar dirham atau sekitar USD7,63 miliar. Biaya hidup di negara Teluk tersebut meningkat, dengan kenaikan harga bahan bakar berkisar 80 persen sejak awal tahun ini. Padahal, UEA merupakan negara produsen ketiga terbesar di OPEC.
Keluarga di UEA dengan total pendapatan mencapai 25.000 dirham bakal mendapatkan bantuan tersebut. Golongan masyarakat tersebut berjumlah sekitar 10 persen dari seluruh populasi UEA yang mencapai 10 juta.
Inflasi di UEA, dengan tidak adanya subsidi BBM, diproyeksi mencapai 3,7 persen tahun ini dan menurun ke level 2,8 persen pada 2023. Inflasi tersebut masih berada di level rendah secara global, berdasarkan data Internasional Monetary Fund (IMF).
Negara tetangganya, Arab Saudi, juga akan memberikan 20 miliar riyal atau setara USD5,3 miliar untuk mendukung rakyatnya. Sekitar 10,4 miliar riyal bakal didistribusikan sebagai bantuan tunai yang ditransfer untuk mendukung penerima jaminan sosial. Semantara sisanya akan digunakan untuk stok strategis.
Raja Arab Saudi, Salman Bin Abdulaziz, memerintahkan alokasi “untuk melindungi keluarga penerima manfaat dari dampak dan kenaikan harga global,” laporan SPA dilansir dari yahoo.com pada Selasa (5/7/2022).
Keputusan tersebut menunjukkan negara pengekspor minyak terbesar berada dalam jalur untuk surplus anggaran pertamanya dalam hampir satu dekade. Sehingga kemungkinan bersedia untuk melonggarkan kebijakan fiskal, meskipun tidak jelas apakah dana tersebut mewakili pengeluaran tambahan.
Hingga saat ini, kerajaan telah mengambil pendekatan pengeluaran yang lebih konservatif, berjanji untuk menunggu hingga akhir tahun dan baru kemudian mendistribusikan rezeki nomplok minyak yang diperoleh berkat lonjakan harga minyak mentah.
Sementara inflasi telah mencapai tingkat yang tidak terlihat dalam beberapa dekade di beberapa bagian dunia. Kenaikan harga di Arab Saudi kurang intens, namun sebagian karena efek pajak pertambahan nilai yang naik tiga kali lipat pada tahun 2020 dan pembatasan harga bahan bakar domestik yang diperkenalkan tahun lalu.
Sementara itu, Malaysia pada bulan lalu mengumumkan rencana untuk memberikan bantuan langsung kepada rumah tangga berpenghasilan rendah, mengikuti jejak negara tetangga Singapura dalam mencoba mengurangi pukulan dari lonjakan inflasi pada kelompok yang paling rentan.
(FRI)