Deretan Barang yang Berpeluang Turun Harga Imbas Kebijakan Tarif Dagang RI-AS
Negosiasi dagang RI-AS berpotensi membuka peluang bagi penurunan harga beberapa barang impor tertentu di pasar Indonesia.
IDXChannel – Negosiasi dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia menghasilkan sejumlah kebijakan. Salah satunya tarif impor bagi Indonesia sebesar 19 persen dan 0 persen bagi produk-produk AS yang masuk ke Tanah Air.
Menurut Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, kondisi ini berpotensi membuka peluang bagi penurunan harga beberapa barang impor tertentu di pasar Indonesia.
Huda menyebut, komoditas seperti produk teknologi atau elektronik berpeluang besar untuk dibandrol dengan harga yang lebih terjangkau. Ini lantaran produk-produk asal AS tersebut tidak dikenakan tarif sama sekali alias 0 persen.
"Produk-produk teknologi atau elektronik yang bisa turun harganya karena fasilitas bea masuk 0 persen ini, seperti gitar merek tertentu, ataupun barang gadget kebutuhan industri," ungkapnya saat dihubungi IDX Channel pada Sabtu (19/7/2025).
Namun, Huda mengingatkan bahwa tidak semua produk elektronik akan terdampak penurunan harga, terutama perangkat populer seperti iPhone. Ia menjelaskan bahwa kebijakan pembebasan tarif hanya berlaku berdasarkan asal produksi barang, bukan berdasarkan negara asal perusahaannya.
"Untuk iPhone, sebagian produksinya dari China. Jadi produk iPhone yang kita gunakan di Indonesia, made in-nya, made-in China," kata Huda.
Dengan begitu, iPhone dan produk Apple lainnya tidak termasuk dalam daftar barang yang mendapatkan fasilitas bea masuk 0 persen ke Indonesia. Selain itu, produk-produk tersebut tetap harus memenuhi aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang berlaku.
Di sisi lain, Huda mengingatkan industri lokal dapat terkena imbas negatif dari kondisi ini jika belum mampu bersaing dengan produk impor yang masuk dengan harga lebih murah.
"Jika industri kita sudah memproduksi barang serupa namun belum siap bersaing, maka akan terkena efek negatif. Persaingan akan semakin ketat dan produksi dalam negeri bisa kalah," kata dia.
(Febrina Ratna Iskana)