Diduga Pasok Senjata ke Junta Militer Myanmar, Kerja Sama BUMN Disoal
pasokan tersebut turut berdampak pada kejahatan kemanusiaan, termasuk genosida pembantaian etnis Rohingya yang telah terjadi di Myanmar.
IDXChannel - Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pertahanan diduga telah memasok senjata secara ilegal kepada Junta Militer Myanmar.
Dugaan tersebut pertama kali dilaporkan oleh Mantan Jaksa Agung RI, Marzuki Darusman, bersama Myanmar Accountability Project dan Pegiat HAM, Chin Za Uk Ling.
Laporan disampaikan kepada Komnas HAM pada 2 Oktober 2023 lalu, di mana diduga telah terjadi penjualan senapan serbu, pistol, amunisi, kendaraan tempur dan peralatan militer lain secara ilegal kepada Myanmar, termasuk Junta Militer di bawah Jendral Min Aung Hlain.
Akibatnya, pasokan tersebut turut berdampak pada kejahatan kemanusiaan, termasuk genosida pembantaian etnis Rohingya yang telah terjadi di Myanmar.
"Marzuki Darusman dan kawan-kawan, berhasil membongkar dugaan suplai senjata secara ilegal berbalut kerjasama MoU, misalnya oleh PT Pindad, melalui perusahaan broker senjata yang berbasis di Myanmar, True North Co. Ltd., yang dimiliki oleh Htoo Shein Oo, yang notabene merupakan putra kandung dari Menteri Perencanaan dan Keuangan Junta Militer Myanmar, Win Shein," ujar Koordinator Program Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, dalam keterangan resminya, Rabu (18/10/2023).
Menurut Julius, data perusahaan perantara jual-beli senjata True North, Co. Ltd., mencatat ada tiga perusahaan BUMN Indonesia, yaitu PT Pindad, PT PAL dan PT Dirgantara Indonesia, yang terus mentransfer amunisi setelah percobaan kudeta Pemerintah Myanmar oleh Junta Militer.
Kelompok BUMN di bidang pertahanan ini, Julius menjelaskan, dimiliki sepenuhnya oleh Pemerintah Indonesia di bawah perusahaan holding Defend ID.
Dengan demikian, harusnya hanya bisa bertindak dengan arahan dan persetujuan dari Presiden, Kementerian Pertahanan dan Kementerian BUMN yang tergabung dalam Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).
"Artinya, ada tanggung jawab Pemerintah atas pelanggaran HAM berat di Myanmar," tutur Julius.
Merujuk pada UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, Julius menyebutkan, kewenangan Ombudsman untuk memeriksa dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Presiden, Menteri Pertahanan dan Menteri BUMN, tiga Perusahaan BUMN Industri Pertahanan, yang diduga kuat melanggar banyak instrumen peraturan perundang-undangan nasional tentang HAM.
"Presiden, Menteri Pertahanan, dan Menteri BUMN yang telah mengetahui situasi Myanmar, terlebih lagi sering mengirim Menteri Luar Negeri, Retno M. ke Myanmar, dan telah menerima Resolusi PBB, harus mempertanggung jawabkan aliran pajak rakyat melalui APBN yang berujung pada dugaan suplai ilegal senjata dan amunisi untuk mendukung pelanggaran HAM berat di Myanmar," ungkap Julius.
Sebelumnya, Holding BUMN Industri Pertahanan atau Defend ID telah menegaskan tidak pernah melakukan ekspor produk industri pertahanan ke Myanmar pasca 1 Februari 2021.
Keputusan itu sejalan dengan resolusi Majelis Umum PBB nomor 75/287 yang melarang suplai senjata ke Myanmar.
Defend ID melalui PT Len Industri (Persero) sebagai induk holding dan anggotanya PT Dahana, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL Indonesia, mendukung penuh resolusi PBB untuk menghentikan kekerasan di Myanmar.
Direktur Utama Len Industri, Bobby Rasyidin mengatakan bahwa sebagai perusahaan yang memiliki kemampuan produksi untuk mendukung sistem pertahanan yang dimiliki negara, pihaknya selaras dengan sikap pemerintah Indonesia.
"Defend ID selalu patuh dan berpegang teguh pada regulasi yang berlaku termasuk kebijakan politik luar negeri Indonesia," ujar Bobby, melalui keterangan pers, Rabu (4/10/2023).
Bobby menegaskan bahwa PT Pindad tidak pernah melakukan ekspor ke Myanmar setelah adanya himbauan DK PBB pada 1 Februari 2021.
"Kami pastikan bahwa PT Pindad tidak melakukan kegiatan ekspor produk alpalhankam ke Myanmar, terutama setelah adanya himbauan DK PBB pada 1 Februari 2021 terkait kekerasan di Myanmar," tutur Bobby.
Sementara, kegiatan ekspor ke Myanmar sendiri tercatat dilakukan pada 2016, berupa produk amunisi spesifikasi sport untuk keperluan keikutsertaan Myanmar pada kompetisi olahraga tembak ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) 2016.
Pun halnya dengan PTDI dan PT PAL yang dipastikan tak memiliki kerja sama penjualan produk ke Myanmar.
"Dapat kami sampaikan tidak ada kerja sama maupun penjualan produk alpalhankam dari kedua perusahaan tersebut ke Myanmar," tegas Bobby. (TSA)