Diprotes Menteri ESDM, Ini Potret Cengkraman Bisnis Shell di Indonesia
Hubungan pemerintah RI dan perusahaan raksasa migas asal Belanda, Shell, sedang berada di titik panas.
IDXChannel - Hubungan pemerintah RI dan perusahaan raksasa migas asal Belanda, Shell, sedang berada di titik panas.
Pemerintah, melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, sudah tak bisa lagi menutupi kekecewaanya.
Setelah menyatakan mundur dari Indonesia, Shell tak kunjung punya kejelasan atas pelepasan hak partisipasi atau Participating Interest (PI) di blok Masela.
Diketahui Shell memegang hak partisipasi pengelolaan blok tersebut yang masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Shell memegang hak partisipasi sebesar 35% di Blok Migas yang memiliki nilai investasi sebesar USD19,8 miliar.
Oleh karena itu, Menteri ESDM menyatakan akan mengevaluasi rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) Blok Masela.
Dalam aturannya, jika dalam lima tahun setelah PoD ditandatangani atau sejak 2019 proyek tersebut tak jalan, maka akan dikembalikan ke negara.
"Kan 5 tahun kalau tidak dilaksanakan apa-apa kita akan tinjau kembali termasuk kemungkinan untuk itu (ambil alih), ini kan sudah berapa tahun 2019-2023 udah 4 tahun makanya kita ingetin aja ini, " ujar Menteri ESDM, Arifin Tasrif kepada media pada pekan lalu.
Arifin menyayangkan bahwa Indonesia merasa dirugikan akibat sikap Shell ini.
“Inpex sudah ada kesungguhannya, tapi gak tahu Shell ini sudah mundur gak bertanggung jawab," tegas Arifin.
Diketahui sebelumnya telah sejak lama Shell hadir di Indonesia. Sebagai entitas bisnis yang juga berupaya mencari keuntungan di Tanah Air, sikap Shell kini menjadi sorotan
Eksistensi Shell di Indonesia
Shell plc adalah salah satu raksasa minyak dan gas (migas) dunia yang berkantor pusat di London, Inggris. Meski berkantor di Inggris, Shell merupakan perusahaan yang didirikan di Belanda dengan nama resmi Royal Dutch Shell.
Sejara Shell di Indonesia bermula dari Royal Dutch Shell plc yang didirikan di Den Haag pada 1890. Namun sejarah Shell di Indonesia dimulai sejak tahun 1884 ketika warga negara Belanda, Aeilko Jans Zijlker, menemukan jejak minyak di pulau Sumatra.
Dengan lisensi yang diperoleh dari penguasa setempat yaitu Sultan Langkat, Shell mulai melakukan pengeboran sumur pertamanya yang ternyata kering.
Setahun setelahnya, Shell melakukan pengeboran sumur Telaga Tunggal 1 di Pangkalan Brandan Sumatra Utara dan akhirnya menghasilkan minyak yang akhirnya mulai diproduksi dalam kuantitas komersial.
Pada 1890, Ziljker mengubah nama perusahaan yang awalnya Provisional Sumatra Petroleum Company, menjadi sesuatu yang lebih substansial. Bersamaan pada 16 Juni tahun tersebut piagam perusahaan Royal Dutch Petroleum Company didirikan di Den Haag.
Sejak itulah Royal Dutch Shell plc/Shell Group of Companies ada di Indonesia dalam berbagai aktivitas bisnis.
Kini, Shell telah bertransformasi menjadi raksasa migas swasta yang bersanding dengan Chevron, Exxon dan lainnya.
Nilai kapitalisasi pasar Shell mencapai USD200,56 miliar per Mei 2013. Hal ini menjadikan Shell sebagai perusahaan paling bernilai ke-52 di dunia menurut data CompaniesMarketcap.com.
Shell mencatatkan sahamnya di London Stock Exchange (LSE) dan listing sekunder di Euronext Amsterdam dan New York Stock Exchange (NYSE).
Secara year to date (ytd), sepanjang 2023 saham Shell di bursa Wall Street menghijau 5%, sementara saham Shell di bursa London terpantau terseok turun 2,22%. Kondisi perekonomian Inggris yang muram disinyalir juga berkontribusi pada penurunan kinerja Shell ini.
Secara global, berdasarkan laporan tahunan 2022, Shell mengelola lapangan migas utama dengan cadangan minyak mencapai 9,58 juta barel oil equivalent (BOE) pada 31 Desember 2022 di mana wilayah Asia menyumbang sebagian besar cadangan minyak dengan total sumbangsih 4,17 juta BOE. (Lihat tabel di bawah ini.)
Sumber: Laporan Tahunan 2022 Shell
Pada bisnis hulu di Indonesia, Shell harusnya mengelola Blok Masela namun menyatakan akan hengkang dari proyek tersebut sejak tiga tahun lalu.
Namun dalam laporan tahunan perusahaan 2022, Indonesia masih termasuk ke dalam wilayah eksplorasi dan produksi migas Shell. Selain di Indonesia, pada tahun 2022, Shell melepaskan satu blok migas di Malaysia yakni blok Sabah yang tidak dioperasikan (Shell memegang hak partisipasi 50%).
Shell juga menandatangani tiga skema production sharing contract (PSC) eksplorasi pada blok migas lepas pantai Sarawak dan Sabah. (Lihat tabel di bawah ini.)
Sumber: Laporan Tahunan 2022 Shell
Hari ini bisnis Shell lebih berfokus pada sektor hilir energi seperti BBM dan bisnis pelumas.
Diketahui Shell membangun dan mengoperasikan pabrik pelumas (Lubricants Oil Blending Plant) di Marunda, Bekasi sejak 2015.
Pabrik pelumas pertama yang dimiliki dan dioperasikan oleh perusahaan energi internasional di Indonesia ini memiliki kapasitas produksi mencapai 136 juta liter per tahun.
Tidak berhenti sampai disitu, pada 2020, Shell Indonesia melakukan perluasan pabrik menjadi 9 hektar. Ini merupakan strategi pengembangan bisnis untuk menggandakan kapasitas produksi sebanyak 300 juta liter produk pelumas per tahun.
Shell juga mulai mengoperasikan SPBU di Indonesia sejak 1 November 2005. SPBU pertamanya terletak di Lippo Karawaci, Tangerang.
Pada 1 Maret 2006, Shell membuka SPBU di Jakarta yang terletak di Jalan S. Parman (Slipi). Pada tahun 2022, bahan bakar yang diperjualbelikan Shell di Indonesia adalah Shell Super, Shell V-Power, Shell V-Power Nitro+, Shell V-Power Diesel dan Shell Diesel Extra.
Tidak dipungkiri hadirnya Shell di Tanah Air terikat dengan sejarah dan kontribusinya bagi perekonomian nasional. Namun, Shell juga telah mengeruk untung selama beroperasi di Indonesia.
Oleh karenanya, wajar jika pemerintah merasa dirugikan dengan sikap Shell atas ketidakjelasan proyek Blok Masela. (ADF)