Dituntut 12 Tahun Bui, Bos Investasi Bodong Rp84,9 M Menangis Minta Dibebaskan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Pekanbaru menuntut terdakwa kasus investasi bodong PT Fikasa Group, Maryani, selama 12 tahun penjara.
IDXChannel - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Pekanbaru menuntut terdakwa kasus investasi bodong PT Fikasa Group, Maryani, selama 12 tahun penjara. Mendengar itu, Maryani lantas menangis tersedu sedu minta dibebaskan segala tuntutan.
Tuntutan 12 tahun penjara itu diberikan karena Maryani dianggap melanggar Undang undang Perbankan Pasal 46 a. Dari fakta persidangan sendiri Maryani berhasil mengumpulkan pundi-pundi rupiah mencapai Rp13 miliar dari 200 orang nasabah.
"Dalam keluarga besar kami, kami tidak pernah ada mengalami masalah hukum walau masalah kecil, termasuk dikeluarga saya. Saya terkejut dengan hal ini Yang Mulia. Dengan kasus ini saya harus berpisah dengan suami dan istri saya. Saya sudah ditahan dari Mabes Polri sampai sekarang selama 8 bulan. Saya harus menghidupi keluarga," kata Maryani menangis tersedu-sedu secara virtual Kamis (10/3/2022).
Karena terus menangis, Ketua Majelis Hakim Dahlan pun memperingatkan terdakwa Maryani. "Kalau tidak sanggup baca berarti memperlambat sidang. Bagus diserahkan aja nota pembelaannya karena masih ada sidang yang lain karena kalau menungu berhenti menangis baru dibaca gimana," tegas Dahlan.
Maryani pun mengaku tetap melanjutkan membaca nota pembelaannya. "Saya bekerja sesuai SOP perusahaan. Saya tidak tahu mengenai pengelolaan keuangan," ucap sambil terus menangis.
Maryani pun terus menangis namun tetap terus membacakan pembelaannya. Karena membaca sambil terus menangis membuat hakim menghentikan dan menyarakan agar nota pembelaan diserahkan ke majelis hakim melalui penasehat hukum. Hal ini karena suara Maryani tidak jelas yang membuat hakim tidak mengerti apa yang disampaikan.
"Begini ya, yang saudara sebutkan kamipun tak tahu apa. Yang saudara bacakan kami tidak. Dari pada terus tersedu sedan gitu, bagus serahkan nota pembelaan sama kami. Enggak ngerti yang saudara bacakan, cuma nangis aja yang didengar," tegas Dahlan.
Hakim pun melakukan kordinasi dengan Tim Penasehat Hukum Maryani. "Kak Maryani, nanti nota pembelaannya serahkan saja ke kami. Intinya minta dibebaskan. Nanti kita akan akan jemput (nota pembelaan) dan diserahkan ke majelis hakim," kata Penesehat Hukum Yudi Krismen.
Yudi Krismen pun menyebut bahwa Maryani juga merupakan korban investasi di Fikasa Group. Dimana kliennya sebagai marketing freelance juga menginvestasikan dananya ke Fikasa sebesar Rp20 miliar.
"Klien kita juga korban Yang Mulia. Kita berharap agar dibebaskan dari tuntutan," ucapnya.
Maryani mendapat 7 persen dari setiap nasabah yang didapat. Uang komisi 7 persen itu ditransfer dari PT WBN dan PT TGP anak perusahaan Fikasa ke rekening Maryani di Pekanbaru. Uang fee Maryani itu diduga sudah dibelikan sejumlah aset berharga dan barang termasuk emas.
Sementara itu empat bos Fikasa Group Agung Salim, Bakti Salim, Cristian Salim dan Elly Salim juga mengaku tidak bersalah. Dari fakta persidangan bahwa mereka sudah mendapat 2.000 nasabah di seluruh Indonesia. Terlihat transaksi ke uangan mereka mencapai Rp11 triliun.
Prof Jonker Sihombing Ahli Hukum Pidana Perbankan mengatakan yang dilakukan para terdakwa diduga kuat merupakan kejahatan Perbankan dengan menghimpun dana dari masyarakat dengan menjual promisorry notes (surat utang). Para nasabah tergiur karena tingginya bunga yang ditawarkan Fikasa Group yakni 9-12 persen, jauh dari bank yang hanya 5 persen per tahun.
"Apa yang dilakukan mereka adalah mengakali nasabah lewat medium term notes. Produk investasi ini seakan-akan sama dengan simpanan di bank dalam bentuk deposito," ucapnya.
Dalam praktiknya, mereka menyasar orang awam Pekanbaru yang literisasi keuangannya masih rendah. Dalam pelaksanaan Promissory Notes sendiri harus dan wajib dicantumkan Surat Sanggup Bayar dan bisa di perdagangkan di Pasar Modal.
Sementara Promissory Note Fikasa melalui PT TGP dan WBN menjual tidak dicantumkam surat sanggup bayar dan tidak laku diperdagangkan dalam pasar modal. Sehingga produk Promissory Notes Fikasa melanggar KUHD karena tidak ada menyebut kesanggupan bayar tanpa syarat dan kapanpun. (TYO)