DPR Ingatkan Konservasi Alasan Jangan jadi Alasan Naikkan Tarif Wisata
Rencana pemerintah untuk menaikkan sejumlah lokasi wisata menuai sorotan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
IDXChannel - Rencana pemerintah untuk menaikkan sejumlah lokasi wisata menuai sorotan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Apalagi, alasan kenaikan tersebut dilakukan dengan alasan konservasi alam.
Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih meminta agar isu konservasi menjadikewajiban bagi setiap pengelola di situs cagar budaya maupun taman nasional, terutama destinasi wisata prioritas. Sehingga, dia mengingatkan konservasi tak dijadikan alasan untuk menaikkan tarif detinasi wisata.
“Konservasi sifatnya wajib, jangan hanya dijadikan alasan untuk menaikkan tarif,” kata Fikri dalam RDPU dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Jogjakarta, dam Nusa Tenggara Timur, PT Taman Wisata Candi (PT TWC) Borobudur & Ratu Boko, Badan Otorita Borobudur, Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo, serta PT Flobamor di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta dikutip Selasa (23/8/2022).
Fikri melanjutkan, dalam konteks konservasi selalu harus memperhatikan carrying capacity atau daya dukung dan daya tampung suatu cagar budaya maupun taman nasional untuk menjaga keberlangsungan destinasi wisata tersebut.
“Daya dukung dan daya tampung harus tertuang dalam dokumen perda tentang rencana tataruang dan wilayah (RTRW),” imbuh politisi PKS ini.
Politikus PKS ini juga meminta kepada yang hadir dalam RDPU, khususnya Pemerintah Daerah dan para Pengelola Wisata Candi Borobudur serta Taman Nasional Komodo untuk menggunakan perspektif konservasi dengan dasar hukum perundangan yang sesuai. Misalnya terkait cagar budaya yang perlu mengacu pada UU 11 tahun 2010 tentang cagar budaya.
“Di pasal 97 UU Cagar budaya, badan pengelola terdiri atas unsur pemerintah pusat, daerah, serta masyarakat adat,” tambahnya.
Selain itu, Fikri pun mendukung konsep single authority management, atau satu atap untuk pengelolaan candi Borobudur khususnya, sesuai dengan UU Cagar Budaya tersebut. Ia pun mengingatkan bahwa UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa konsep daya dukung dan daya tampung taman nasional khususnya harus tertuang dalam dokumen kajian lingkungan hidup strategis (KLHS).
“Bagi pemda yang mengelola kawasan hutan lindung atau konservasi alam, seharusnya KLHS merupakan bagian tak terpisahkan dalam Perda RTRW mereka,” imbuh Doktor Ilmu Lingkungan ini.
Oleh karena itu, menurut Fikri, pendekatan daya dukung fisik tepat diterapkan dalam konservasi khususnya di Candi Borobudur dan Taman Nasional Komodo. Daya dukung fisik suatu kawasan berhubungan dengan ukuran dan jumlah area yang dapat diakomodasi dalam suatu ruang fisik yang layak.
Sedangkan terkait isu kenaikan tarif di candi Borobudur dan Taman Nasional Komodo, Fikri menilai wajar adanya terobosan dari pemda terkait untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Tapi, ia juga mengingatkan bahwa penentuan tarif harus mengacu pada aturan hukum yang berlaku.
“Namun dalam hal kebijakan kenaikan tarif harus mengacu pada UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan UU tentang Pajak dan Retribusi Daerah, agar ada dasar hukum yang jelas,” tegasnya.
Dalam penutupnya, Fikri membacakan kesimpulan rapat bahwa Komisi X DPR RI meminta pemerintah pusat dan daerah untuk menghitung kebutuhan anggaran terkait kepentingan konservasi di destinasi wisata seperti Candi Borobudur dan Taman Nasional Komodo untuk menjadi dasar kepastian menentukan tarif masuk ke destinasi tersebut. (TYO)