ECONOMICS

Dua Kasus Terkait Terjadi Berdekatan, Benarkah Ada Paham Radikalisme di BUMN?

Suparjo Ramalan 27/04/2021 15:33 WIB

Salah satu poin dari konsep radikalisme adalah tidak mengakui pemerintahan yang sah. Sementara BUMN adalah perusahan milik pemerintah.

Dua kasus yang dikaitkan dengan radikalisme terjadi di BUMN dalam waktu dekat. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Isu radikalisme di internal Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kerap menjadi sorotan sejumlah pihak. Perkaranya, belum lama ini ada dua peristiwa yang dikaitkan dengan paham ekstrimisme. 

Kejadian pertama adalah kabar pemecatan dua pejabat PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni karena perkara pengajian Ramadhan tanpa izin dan pemberitahuan dewan direksi. Meski begitu, kabar ini dibantah Kepala Kesekretariatan Perusahaan Pelni, Opik Taufik, bahwa tidak ada pemecatan yang dilakukan direksi perseroan. 

Persoalannya, Komisaris Independen Pelni Kristia Budiyarto alias Kang Dede menyebut,
pemberhentian pejabat Pelni menjadi peringatan bagi seluruh insan BUMN. Langkah itu dinilai untuk mengantisipasi pegawai BUMN yang terlibat dalam paham radikalisme. Artinya, manajemen secara gamblang membenarkan adanya tindakan pemecatan yang diarahkan pada pencegahan ideologi terlarang itu. 

"Ini pelajaran sekaligus warning (peringatan) kepada seluruh BUMN, jangan segan-segan mencopot ataupun memecat pegawainya yang terlibat radikalisme. Jangan beri ruang sedikit pun, berangus," tulis dia dikutip Selasa (27/4/2021). 

Sementara kejadian kedua ihwal pengunduran diri Kuntjoro Pinardi setelah lima hari menjabat sebagai Direktur Pemeliharaan dan Perbaikan PT PAL Indonesia (Persero). Keputusan itu diambil setelah dirinya dikaitkan dengan isu pendukung gerakan radikalisme dan pemulangan eks-ISIS ke Indonesia.

Meski begitu, Kuntjoro menepis dirinya merupakan pendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Namun, dia mengaku, pernah menjadi calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saat pesta demokrasi pada 2014 lalu. 

Lantas, dari dua kejadian itu apakah dapat disimpulkan bahwa ideologi ekstremis sudah merasuk ke internal BUMN? 

Direktur Eksekutif BUMN Institute, Achmad Yunus menilai, peristiwa tersebut tidak serta merta menyimpulkan adanya paham radikal yang dianut pegawai atau manajemen perusahaan pelat merah. Namun, dia tidak menepis bahwa potensi itu bisa saja terjadi. 

"Isu radikalisme di BUMN itu tidak betul, kalaupun ada oknum karyawan yang terpapar hanya sedikit dan bisa diatasi oleh masing-masing perusahaan," kata Achmad saat dihubungi MNC Portal Indonesia. 

Salah satu poin dari konsep radikalisme adalah tidak mengakui pemerintahan yang sah. Sementara BUMN adalah perusahan milik pemerintah. Achmad meyakini, kalau pun ada insan BUMN yang terpapar ideologi terlarang, maka mereka tidak akan bertahan lama. 

Jika itu terjadi, maka Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas dinilai harus bertanggung jawab. Sebab, pengangkatan berasal dari pemerintah.  

"Dari sini mereka tidak akan bertahan lama di BUMN. Karena BUMN punya pemerintah. Kalau betul ada simpatisan ISIS, maka kementerian BUMN yang harus tanggung jawab, bagaimana bisa menunjuk direksi dengan kualifikasi dan rekam jejak yang demikian," tutur dia. 

Achmad pun memberikan catatan bagi Kementerian BUMN dan manajemen. Catatan ini ihwal pencegahan menularnya radikalis bagi insan BUMN. Pertama, menumbuhkan kesadaran ideologis. 

Dalam tahap itu, direksi perlu melibatkan organisasi keagamaan, termasuk serikat pekerja, untuk membuat program-program pencegahan. "Ini menutup celah, karena kebanyakan radikalisme masuk melalui pembinaan masjid di komplek perkantoran BUMN," ujar dia.

Kedua adalah maksimalisasi program peningkatan SDM di BUMN. Tidak hanya difokuskan pada hard skill sesuai kebutuhan bisnis perusahaan, namun juga penguatan ideologi pancasila. Bahkan, masalah ideologi diusulkan menjadi KPI direksi BUMN. (TIA)

SHARE