Dugaan Korupsi Pengadaan Mesin Pabrik Gula, Mantan Direktur PTPN XI Segera Disidang
KPK menyerahkan berkas penyidikan Mantan Direktur Produksi PTPN XI , Budi Adi Prabowo dan Direktur PT Wahyu Daya Mandiri, Arif Hendrawan ke Jaksa Penuntut.
IDXChannel - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaksanakan tahap II yakni menyerahkan berkas penyidikan Mantan Direktur Produksi PTPN XI , Budi Adi Prabowo (BAP) dan Direktur PT Wahyu Daya Mandiri, Arif Hendrawan (AH) ke Jaksa penuntut.
"Tim Penyidik telah melaksanakan tahap II (penyerahan Tersangka dan barang bukti), Rabu (29/12) kepada Tim Jaksa dengan Tersangka BAP (Budi Adi Prabowo) dkk karena berkas perkaranya telah dinyatakan lengkap," ujar Plt Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (30/12/2021).
Ali menjelaskan bahqa penahanan keduanya bakal beralih dan dilanjutkan lagi oleh Tim Jaksa untuk masing-masing selama 20 hari.
"Terhitung mulai 29 Desember 2021 sampai dengan 17 Desember 2021," jelasnya.
Budi bakal ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih. Sedangkan, Arif bakal ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
"Tim Jaksa akan segera melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan ke Pengadilan Tipikor dalam waktu 14 hari kerja.Persidangan akan dilaksanakan di Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya," kata Ali.
Diketahui, KPK menetapkan Mantan Direktur Produksi PTPN XI , Budi Adi Prabowo (BAP) dan Direktur PT Wahyu Daya Mandiri, Arif Hendrawan (AH) tersangka dugaan korupsi pengadaan mesin giling di pabrik gula djatiroto pada PT Perkebunan Nusantara XI periode tahun 2015-2016.
Budi dan Arif melakukan beberapa kali pertemuan ditahun 2015 yang diantaranya menyepakati bahwa pelaksana pemasangan mesin giling di pabrik gula Djatiroto adalah dilakukan oleh Arif walaupun proses lelang belum dimulai sama sekali.
Sebelum proses lelang dimulai, Budi dengan beberapa staf PTPN XI dan Arif melakukan studi banding ke salah satu pabrik gula di Thailand. Dalam kunjungan tersebut diduga di biayai oleh Arif disertai dengan adanya pemberian sejumlah uang kepada rombongan yang ikut, termasuk salah satunya Budi.
Setelah studi banding ke Thailand tersebut, Budi memerintahkan salah satu staf PTPN XI untuk menyiapkan dan memproses pelaksanaan pelelangan dengan nantinya dimenangkan oleh PT Wahyu Daya Mandiri.
Arif pun diduga menyiapkan perusahaan lain agar seolah-olah turut sebagai peserta lelang.
Selain itu tersangka Arif juga aktif dalam proses penyusunan spesifikasi teknis harga barang yang dijadikan sebagai acuan awal dalam penentuan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) senilai Rp78 Miliar termasuk data-data kelengkapan untuk lelang pengadaan 1 lot Six Roll Mill di PG Djatiroto.
Adapun nilai kontrak yang telah disusun atas dasar kesepakatan Budi dan Arif yaitu senilai Rp79 Miliar.
Selanjutnya, saat proses lelang dilakukan diduga terdapat beberapa persyaratan yang telah diatur untuk memenangkan PT Wahyu Daya Mandiri, diantaranya terkait waktu penyerahan barang yang dimajukan tanggalnya karena PT Wahyu Daya Mandiri sudah lebih dulu menyiapkan komponen barangnya.
Saat proses lelang masih berlangsung, diduga ada pemberian 1 unit mobil oleh Arif kepada Budi. Lalu, terkait proses pembayaran diduga ada kelebihan nilai pembayaran yang diterima oleh PT WDM yang disetujui oleh Budi.
Adapun dugaan kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan ini sejumlah sekitar Rp15 Miliar dari nilai kontrak Rp 79 Miliar.
Atas perbuatannya, Budi dan Arif disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (TIA)