ECONOMICS

Ekonom Ingatkan Ada Risiko Mengintai Jika Gunakan SAL APBN untuk Kopdes Merah Putih

Anggie Ariesta 03/09/2025 10:43 WIB

Ekonom Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai rencana pemerintah menggelontorkan Rp16 triliun dari SAL APBN untuk Kopdes Merah Putih berisiko.

Ekonom Ingatkan Ada Risiko Mengintai Jika Gunakan SAL APBN untuk Kopdes Merah Putih. (Foto: Inews Media Group)

IDXChannel - Pemerintah berencana menggelontorkan dana sebesar Rp16 triliun dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) dalam APBN untuk mendukung program Kopdes Merah Putih (KMP). Dengan asumsi nilai kredit Rp3 miliar per koperasi, program ini ditargetkan dapat menghadirkan sekitar 5.000 koperasi yang siap beroperasi dalam waktu dekat.

Meski begitu, ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai program ini menyimpan sejumlah risiko serius yang harus diantisipasi pemerintah.

“Jika KMP hanya menjalankan bisnis yang selama ini sudah dilakukan oleh UMKM dan warung milik masyarakat, seperti distribusi pupuk, beras, benih, atau gas LPG, maka program ini tidak memperbesar kue ekonomi, tetapi hanya mengambil alih kue yang sudah ada. Dampaknya bagi pertumbuhan ekonomi pun sangat minimal,” ujar Wijayanto dalam keterangannya, dikutip Rabu (3/9/2025). 

Ia menilai investasi KMP berpotensi menghasilkan duplikasi usaha yang justru meningkatkan inefisiensi ekonomi. Karena itu, ia menyarankan KMP seharusnya didorong untuk berinovasi dan menciptakan model bisnis baru, bukan sekadar mereplikasi yang sudah ada.

Lebih lanjut, Wijayanto menyoroti format KMP yang memberikan gaji bulanan bagi para pengurus. Menurutnya, hal ini dikhawatirkan hanya menarik individu dengan mental karyawan, bukan sosok berjiwa entrepreneur yang dibutuhkan untuk membesarkan koperasi. 

“Proses seleksi calon karyawan harus mengedepankan merit system. Visi entrepreneurial menjadi parameter penting, dan gaji atau insentif harus dikaitkan dengan kinerja KMP,” kata dia.

Selain itu, dia mengingatkan soal risiko kegagalan KMP jika dipaksakan berdiri di setiap desa. Menurutnya, pengalaman Koperasi Unit Desa (KUD) menunjukkan model yang lebih realistis yaitu per kecamatan, bukan desa. 

“Tidak perlu dipaksakan satu desa satu koperasi. Bisa jadi, satu KMP untuk beberapa desa akan lebih realistis,” tuturnya.

Wijayanto juga menyoroti potensi moral hazard terkait penggunaan Dana Desa sebagai jaminan kredit. Menurutnya, hal ini dapat membuat pengelola maupun bankir merasa kredit sudah dijamin sehingga abai terhadap risiko default. 

Ia menegaskan, bank pemberi kredit harus tetap profesional dan berani menolak KMP yang tidak layak.

Isu lain yang menjadi perhatian yaitu tingginya risiko korupsi. Dengan skala program yang besar dan pelaksanaan masif, ia menilai KMP berpotensi menjadi ladang praktik korupsi. 

“Program dengan biaya besar dan dijalankan secara tergesa-gesa sangat rentan dijadikan ajang korupsi. KMP memenuhi hampir seluruh syarat untuk dijadikan mainan para koruptor,” ujarnya.

Tak hanya itu, Wijayanto memperingatkan risiko gejolak sosial jika Dana Desa benar-benar dieksekusi sebagai jaminan kredit. 

"Hampir bisa dipastikan masyarakat desa akan melakukan protes. Jika terjadi di ribuan desa secara bersamaan, isu ini bisa menjadi masalah ekonomi sekaligus politik nasional,” paparnya.

Menurutnya, keberhasilan KMP hanya bisa dicapai jika dirancang dengan strategi yang tepat, tim yang kompeten, dan prinsip tata kelola yang kuat. Jika tidak, program dengan biaya fantastis ini justru berpotensi menjadi masalah besar di kemudian hari.

(Febrina Ratna Iskana)

SHARE